Surabaya – Seorang anak berusia tujuh tahun berinisial AMK mengalami penyiksaan berat dari ayah tirinya, EF (40), dan ibunya, SNK (42). Kasus kekerasan ini terungkap ketika korban ditelantarkan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Selasa, 10 Juni 2025. Penyiksaan yang dialami AMK bukan hanya fisik, tetapi juga mental, yang berujung pada tindakan kekerasan yang memilukan.
Korban bersama dengan pelaku berangkat dari Stasiun Surabaya menuju Jakarta. Namun, setibanya di ibu kota, AMK ditinggalkan sendirian di pasar tanpa perhatian dari orangtuanya. Rabu, 11 Juni 2025, warga setempat dan petugas menemukan AMK dalam kondisi mengenaskan. Ia segera dievakuasi dan mendapat penanganan medis.
Pemeriksaan awal mengungkapkan bahwa AMK telah mengalami penyiksaan secara berkala sebelum ditelantarkan. Efek kekerasan yang dilakukan oleh EF dan SNK sangat parah; pelaku diketahui memukul, menendang, dan bahkan membakar wajah korban dengan bensin. “Korban juga dipukul dengan kayu hingga tulangnya patah, disiram air panas, dan terpaksa mengonsumsi makanan basi,” ungkap AKP M Prasetyo, Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Kekerasan ini menunjukkan dampak serius terhadap perkembangan psikologis dan fisik anak. Menurut data dari Masyarakat Perlindungan Anak, perlakuan buruk terhadap anak tidak hanya merugikan mereka secara fisik, tetapi juga memengaruhi kesehatan mental jangka panjang. AMK, yang seharusnya menikmati masa kecilnya dengan belajar dan bermain, justru terjebak dalam siklus kekerasan yang menyakitkan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh saat interogasi, AMK pernah bersekolah di TK Masyitoh/TK Balong Bendo di Sidoarjo, yang membantu pihak berwajib mengidentifikasi dan melacak jejaknya sebelum kejadian memilukan ini. Dengan data tersebut, Polres Pelabuhan Tanjung Perak berhasil menangkap EF di lokasi kosnya di Desa Parengan, Krian, Kabupaten Sidoarjo.
Kasus AMK menjadi sorotan terkait perlunya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan anak. Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong seluruh elemen masyarakat untuk aktif melapor jika melihat tanda-tanda kekerasan pada anak. “Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan fisik dan mental. Kami harap tragedi ini menjadi pengingat bagi kita semua,” tambah pimpinan KPAI.
Pihak kepolisian akan terus mendalami kasus ini dan memastikan bahwa pelaku mendapat hukuman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Penanganan terhadap AMK juga akan dilakukan secara komprehensif, tidak hanya dari segi medis tetapi juga rehabilitasi psikologis untuk memulihkan kondisi mentalnya.
Dengan maraknya kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia, sudah saatnya masyarakat bersatu dalam melindungi generasi mendatang. Kesadaran dan tindakan nyata dari masyarakat, serta dukungan dari lembaga pemerintah, sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan layak.