Berita

Ratusan Petani Blitar Tuntut Keadilan atas Tanah Leluhur ke Pengadilan

Avatar photo
11
×

Ratusan Petani Blitar Tuntut Keadilan atas Tanah Leluhur ke Pengadilan

Sebarkan artikel ini

Ratusan Petani Sidorejo Tuntut Hak Atas Tanah di Pengadilan Negeri Blitar

Blitar, Jawa Timur – Lebih dari 200 petani dari Desa Sidorejo, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri setempat terhadap PT. Perkebunan Cengkeh dan Bupati Blitar. Tindakan ini diambil sebagai respons terhadap dugaan intimidasi yang mereka alami saat menggarap tanah leluhur yang kini berada dalam kawasan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.

Para petani merasa hak mereka terabaikan dan terusik oleh aktivitas perusahaan yang mereka klaim mengganggu proses pertanian yang telah dilakukan selama berpuluh tahun. Fenika Haerenda, kuasa hukum para petani, menegaskan pentingnya pengakuan legal atas tanah yang mereka garap, agar mereka dapat berladang dengan tenang dan tanpa gangguan.

“Warga berharap agar bisa menggarap lahan secara mandiri dan aman. Sertifikat hak atas tanah sangat penting untuk melindungi mereka,” ungkap Fenika pada Rabu (15/10/2025).

Sementara itu, petani mengklaim bahwa tanah seluas 217 hektar yang sedang dipermasalahkan sudah digarap secara turun-temurun oleh nenek moyang mereka. Kini, mereka berharap adanya perhatian dan tindakan dari Bupati Blitar, yang mereka anggap seharusnya membela kepentingan masyarakat.

“Rasa kecewa kami sampaikan kepada Bupati Blitar sebagai tergugat kedua, karena selama proses ini, berbagai surat dan permohonan audiensi kami tidak ditanggapi,” kata Fenika. Hal ini diperparah dengan informasi bahwa Bupati Blitar justru telah mengadakan pertemuan dengan PT. Perkebunan Cengkeh setelah gugatan dilayangkan, yang menurut petani, tidak mencerminkan prinsip keterbukaan dan keadilan.

Kekecewaan ini menggema di kalangan petani, yang berharap agar suara mereka didengar dan hak mereka diakui. Mereka tidak hanya menuntut lahan untuk digarap, tetapi juga keadilan dan pengakuan hukum yang jelas agar tidak ada lagi tindakan kriminalisasi terhadap mereka.

Di sisi lain, kuasa hukum PT. Perkebunan Cengkeh, Dian Aminudin, mengungkapkan bahwa pihaknya masih dalam proses koordinasi untuk menanggapi gugatan tersebut. “Kami akan melakukan mediasi dengan para petani sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Kami baru tahu apa yang diminta masyarakat, dan perlu berdiskusi lebih dahulu dengan klien kami,” jelasnya.

Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan terhadap hak-hak petani, terutama dalam konteks agraria yang sering kali rawan konflik. Implikasi dari sengketa ini tidak hanya berdampak pada para petani, tetapi juga menjadi cermin bagi masyarakat mengenai perlunya tindakan pemerintah dalam menyelesaikan masalah tanah yang kompleks.

Dengan berlanjutnya persidangan di Pengadilan Negeri Blitar, harapan para petani untuk mendapatkan kembali hak atas tanah leluhur mereka masih menjadi perhatian utama. Situasi ini harus menjadi momentum bagi semua pihak, termasuk pemerintah daerah, untuk menciptakan keadilan sosial dan mendukung kesejahteraan para petani yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan.