Internasional

Militer Elit Madagascar Ambil Alih Kekuasaan Pasca Pemakzulan Presiden Rajoelina

Avatar photo
14
×

Militer Elit Madagascar Ambil Alih Kekuasaan Pasca Pemakzulan Presiden Rajoelina

Sebarkan artikel ini

Unit Militer Elit Madagaskar Ambil Alih Kekuasaan Setelah Pemakzulan Presiden Rajoelina

Jakarta, CNN Indonesia — Krisis politik di Madagaskar semakin memanas setelah unit militer elit, CAPSAT, mengumumkan pengambilalihan kekuasaan pada Selasa (15/10). Pengambilalihan ini terjadi setelah anggota parlemen melakukan pemakzulan terhadap Presiden Andry Rajoelina, menyusul protes antipemerintah yang telah berlangsung selama beberapa minggu.

Di ibu kota Antananarivo, kerumunan warga merayakan pengumuman tersebut setelah Kolonel Michael Randrianirina, komandan CAPSAT, memberikan pernyataan resmi di luar istana presiden. Dalam pernyataan tersebut, Randrianirina mengumumkan penghentian konstitusi dan pembentukan komite pemerintahan yang akan melibatkan perwira angkatan darat serta polisi. Dia menegaskan, “Kami telah merebut kekuasaan,” dan menambahkan bahwa pemerintah sipil akan segera dibentuk.

Presiden Rajoelina, yang dilaporkan berada di luar negeri, sebelumnya menolak untuk mundur meskipun protes yang dimulai pada 25 September itu dipicu oleh masalah kekurangan listrik dan air. Protes ini kemudian berkembang menjadi kampanye melawan kepemimpinannya. Dalam pernyataan terakhirnya, Rajoelina mengatakan, “Saya berada di tempat yang aman untuk melindungi hidup saya,” tanpa mengungkapkan lokasi pasti.

Sementara itu, pemungutan suara di parlemen untuk memakzulkan Rajoelina berlangsung meski upaya presiden untuk membubarkan majelis nasional. Hasil pemungutan suara menunjukkan 130 suara mendukung pemakzulan, melebihi batas dua pertiga yang ditentukan oleh hukum. Mahkamah Konstitusi kemudian mengesahkan keputusan tersebut, mempertegas kewenangan Randrianirina.

Bersamaan dengan pengumuman ini, kerumunan di ibu kota menyambut konvoi militer dengan sorak-sorai dan kedamaian, meski situasi di jalanan masih terlihat tegang. Protes baru yang terjadi di luar balai kota juga menunjukkan kemarahan warga terhadap Prancis, negara yang menjadi penguasa kolonial sebelum kemerdekaan pada tahun 1960. Beberapa demonstran menuduh Prancis terlibat dalam urusan politik pulau tersebut.

Wakil juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Farhan Haq, menyatakan keprihatinan terhadap perkembangan situasi dan menegaskan bahwa PBB menentang segala bentuk kudeta. “Kami berharap kondisi akan membaik setelah ketegangan berkurang,” ujarnya.

Rajoelina, presiden yang berusia 51 tahun dan juga berkewarganegaraan Prancis, menyatakan bahwa dirinya sedang dalam misi untuk mencari solusi atas krisis politik yang melanda negara tersebut. Ia tetap berpendapat bahwa pemungutan suara pemakzulan tidak memiliki dasar hukum dan berupaya menjaga negaranya dari keterpurukan.

Krisis ini menunjukkan dinamika yang kompleks di Madagaskar, dengan keterlibatan militer dalam politik menjadi sorotan utama. Saat ini, nasib pemerintahan yang baru terbentuk dan bagaimana tanggapan warga terhadap situasi ini akan menentukan arah politik Madagaskar ke depan.