Berita

Guru Wanita Rentan Diskriminasi dan Kekerasan Menurut Komnas Perempuan

Avatar photo
4
×

Guru Wanita Rentan Diskriminasi dan Kekerasan Menurut Komnas Perempuan

Sebarkan artikel ini

Komnas Perempuan Soroti Diskriminasi Terhadap Guru Wanita di Sektor Pendidikan

Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan bahwa guru wanita di Indonesia menghadapi risiko tinggi terkait diskriminasi berbasis gender, pelecehan seksual, dan kekerasan dalam lingkungan kerja. Temuan ini disampaikan pada laporan Catatan Tahunan 2024, menjelang peringatan Hari Guru Sedunia.

Anggota Komnas Perempuan, Devi Rahayu, menjelaskan bahwa kondisi ini menggambarkan tantangan besar yang dihadapi oleh perempuan pekerja di sektor pendidikan. “Laporan kami menunjukkan bahwa perempuan pekerja, termasuk guru, sangat rentan terhadap berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan,” ungkap Devi di Jakarta pada Selasa (5/10).

Data dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa meskipun guru memiliki peran penting dalam pembangunan pendidikan, mereka sering kali diabaikan dalam hal kesejahteraan. Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa banyak guru masih berstatus honorer dan menerima gaji yang jauh di bawah kebutuhan hidup yang layak. “Ironisnya, gaji mereka seringkali bahkan di bawah upah harian buruh kasar,” tambah Devi.

Pernyataan ini sangat relevan dengan situasi di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, di mana guru honorer, terutama perempuan, sering kali bekerja tanpa jaminan keamanan kerja dan perlindungan hukum. Kehadiran guru wanita di ruang pendidikan sangat vital, bukan hanya dalam hal pengajaran, tetapi juga dalam penciptaan lingkungan yang aman dan inklusif bagi siswa.

Desakan untuk memperjuangkan kesejahteraan guru tidak dapat dipisahkan dari upaya melawan segala bentuk kekerasan berbasis gender di dalam batasan pendidikan. Menurut Devi, keberhasilan pendidikan di Indonesia sangat bergantung pada kesejahteraan dan perlindungan hak-hak guru, terutama perempuan.

Selain itu, Komnas Perempuan juga menyerukan kepada pemerintah dan masyarakat untuk memberi perhatian lebih terhadap isu-isu ini. Pelaksanaan kebijakan dan program yang mendukung perlindungan lembaga pendidikan, serta penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan berbasis gender, sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi guru wanita.

Dalam konteks lokal, implikasi dari diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh guru wanita dapat berdampak langsung pada kualitas pendidikan di Indonesia. Ketidakadilan ini tidak hanya mempengaruhi motivasi guru, tetapi juga kualitas pengajaran yang diterima oleh siswa. Dengan demikian, menciptakan ruang yang aman dan mendukung bagi semua pendidik adalah langkah krusial demi kemajuan pendidikan nasional.

Kepedulian dan dukungan masyarakat serta kerja sama semua pihak bakal menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini. Peningkatan kesadaran akan perlunya menghargai peran guru, terutama wanita, dalam pendidikan harus menjadi prioritas. Dengan langkah nyata, diharapkan nasib guru honorer, khususnya wanita, dapat ditingkatkan sehingga mereka mampu menjalankan tugas mulia ini dengan lebih baik dan aman.

Dengan begitu, peringatan Hari Guru Sedunia tidak hanya menjadi momentum untuk merayakan jasa para pendidik, tetapi juga sebagai panggilan untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi mereka yang berkontribusi besar terhadap masa depan bangsa.