Pemerintah Komitmen Tangani Kendaraan ODOL dengan Kebijakan Zero ODOL Mulai 2027
Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan bahwa penanganan kendaraan over dimension over loading (ODOL) menjadi prioritas utama pemerintah. Kebijakan ini mendapat perhatian langsung dari Presiden Prabowo Subianto serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, dikarenakan dampaknya yang signifikan terhadap keselamatan lalu lintas, infrastruktur jalan, serta efisiensi logistik yang berkontribusi pada perekonomian nasional.
AHY mengungkapkan, isu ODOL bukan hanya masalah teknis tetapi juga memiliki implikasi luas. “Isu ODOL ini sudah menjadi perhatian nasional dan atensi khusus dari Bapak Presiden serta DPR RI,” tegasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Sebagai langkah konkret, pemerintah berkomitmen untuk menerapkan kebijakan zero ODOL yang akan efektif mulai 1 Januari 2027. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya menjaga keselamatan serta ketertiban transportasi darat di Tanah Air.
AHY menyerukan agar semua pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, bersinergi dalam mengimplementasikan kebijakan ini dengan konsisten. Menurutnya, implementasi yang baik akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pelaku usaha.
Dirinya juga menekankan bahwa penanganan truk ODOL harus segera dilakukan. “Kami telah mengingatkan jajaran pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan nyata dan terukur,” ujarnya. Untuk itu, penting untuk membangun narasi publik yang kuat untuk menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat, bukan untuk menekan para pengemudi atau pelaku usaha kecil.
AHY meminta perhatian agar narasi yang dibangun tidak disalahartikan. “Jangan sampai ada yang menggambarkan seolah-olah kita tidak berpihak pada pengemudi,” tandasnya. Ia menekankan bahwa tujuan pemerintah adalah memberikan solusi yang berkeadilan dan menekan angka kecelakaan lalu lintas, yang mayoritas melibatkan truk angkutan barang.
Data menunjukkan, sepanjang tahun 2024, tercatat 150.906 kasus kecelakaan lalu lintas dengan 26.839 korban meninggal dunia, dan sekitar 10,5 persen di antaranya melibatkan kendaraan angkutan barang. Ini mempertegas urgensi tindakan yang harus diambil.
Lebih lanjut, AHY mengungkapkan lima tantangan utama dalam menangani kendaraan ODOL. Pertama, biaya distribusi yang tinggi bagi pelaku usaha. Kedua, kurangnya pengawasan dan penegakan hukum di lapangan. Ketiga, kepentingan yang saling bertentangan antara pengemudi dan pelaku usaha. Keempat, kesejahteraan pengemudi yang masih rendah. Terakhir, praktik pungutan liar yang masih terjadi pada sektor angkutan barang.
Isu kendaraan ODOL juga banyak dibahas di media dan menjadi topik diskusi publik di berbagai forum. Oleh karena itu, AHY menegaskan bahwa semua pihak harus memiliki keprihatinan menuju solusi yang lebih baik, mengingat dampaknya yang serius terhadap keselamatan, kerusakan jalan, dan biaya distribusi yang tinggi.
Melalui kebijakan pelaksanaan zero ODOL, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem transportasi yang lebih aman dan efisien untuk seluruh masyarakat Indonesia.