Internasional

Kecaman Agus Salim Terhadap Kebijakan Inggris dan Kekejaman Israel di Palestina 89 Tahun yang Lalu

Avatar photo
4
×

Kecaman Agus Salim Terhadap Kebijakan Inggris dan Kekejaman Israel di Palestina 89 Tahun yang Lalu

Sebarkan artikel ini

Kecaman Terhadap Kebijakan Inggris dalam Konteks Konflik Palestina: Suara KH Agus Salim

Jakarta, CNN Indonesia — Kecaman terhadap tindakan brutal Israel di Gaza mengemuka di berbagai penjuru dunia, bukan tanpa alasan. Sejak lama, para pemimpin Indonesia, termasuk pahlawan nasional KH Agus Salim, telah menyoroti kebijakan asing yang mendukung penindasan terhadap rakyat Palestina. Agus Salim, yang juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia pada awal kemerdekaan, secara tegas mengecam sikap Inggris dan negara-negara Barat yang memberikan lahan kepada komunitas Yahudi tanpa berkonsultasi dengan masyarakat Arab yang sudah lama menghuni kawasan tersebut.

Dalam artikel yang dimuat di koran Pedoman Masjarakat pada 10 Juli 1936, Agus Salim, yang menjabat Menteri Luar Negeri dari November 1947 hingga Januari 1948, mengecam kebijakan Inggris yang menjadi salah satu penyebab utama pendudukan Palestina oleh Israel. Ia membuka tulisannya dengan menyebut kabar duka tentang wafatnya Jenderal British Edmund Allenby, seorang komandan yang terlibat dalam kampanye militer di Palestina pada Perang Dunia I. Agus Salim mengkritik pernyataan Allenby yang menggambarkan kemenangan pasukannya atas Kesultanan Utsmaniyah sebagai “Perang Salib yang Penghabisan.” Menurut Agus Salim, pernyataan tersebut tidak hanya keliru, tetapi juga menyesatkan, karena Perang Dunia I adalah pertikaian antar kekuatan Barat tanpa melibatkan negara-negara Islam.

Dalam tulisan tersebut, Salim menegaskan penolakannya terhadap kebijakan Inggris yang memberikan wilayah Palestina kepada komunitas Yahudi. Ia mengungkapkan bahwa keputusan ini dibuat tanpa partisipasi atau musyawarah dengan masyarakat Arab yang sudah berkehidupan di sana selama lebih dari 1.300 tahun. “Benih yang salah dan nista itu segera pula bertambah jahatnya oleh keputusan Inggris mengadakan ‘negeri kediaman nasional’ bagi bangsa Yahudi di Palestina,” tulis Agus Salim. Kebijakan semacam ini, diakui Salim, telah melukai rasa keadilan masyarakat Arab. Sebelum adanya kebijakan tersebut, berbagai etnis dan agama hidup berdampingan dengan aman di Palestina.

Agus Salim juga menekankan bahwa kedamaian yang pernah ada di Palestina terganggu setelah Inggris memberikan tanah kepada bangsa Yahudi. “Semenjak kerajaan Islam berkuasa, semua golongan agama—Islam, Kristen, dan Yahudi—berhasil coexist secara damai. Keamanan bangsa Yahudi tidak pernah terganggu sampai kebijakan Inggris menciptakan ketegangan baru,” ujarnya.

Deklarasi Balfour yang dikeluarkan Inggris pada 2 November 1917, yang memberi dukungan untuk pendirian rumah nasional bagi orang Yahudi di Palestina, ditudingnya sebagai langkah yang tidak bermoral dan jahat. Menurut Agus Salim, peristiwa tersebut telah menjadi awal dari konflik berkepanjangan yang masih berlangsung hingga kini, di mana Israel terus menganiaya bangsa Palestina.

Melihat kembali pandangan Agus Salim, yang disampaikan hampir sembilan dekade yang lalu, terlihat bahwa ia telah meramalkan konsekuensi dari kebijakan tersebut. Peringatan dan kecaman yang diungkapkannya tidak hanya relevan pada masa itu, tetapi juga menjadi cerminan kondisi saat ini. Kegagalan dalam menempatkan dialog dan konsultasi dalam kebijakan-kebijakan internasional telah membawa penderitaan berkepanjangan bagi banyak pihak.

Dengan demikian, warisan pemikiran Agus Salim mengajak kita untuk kembali merenung tentang pentingnya keadilan dan hak asasi manusia dalam konteks global, terutama terkait konflik yang memengaruhi kehidupan jutaan orang hingga hari ini.