Surabaya: Terpidana Korupsi 11 Tahun Buron Ditangkap
Soendari (56), terpidana korupsi aset Pemerintah Kota Surabaya, berhasil ditangkap setelah menghindar dari proses hukum selama 11 tahun. Penangkapan ini dilakukan oleh tim Satuan Tugas Intelijen Reformasi dan Inovasi Kejaksaan Agung RI (SIRI) di Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar pada Rabu (24/9).
Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, Ajie Prasetya, mengungkapkan bahwa Soendari merupakan buronan yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena penggelapan aset Pemkot Surabaya di Jalan Kenjeran Nomor 254. “Ia telah lama berusaha menghindari hukuman, namun kini keberuntungannya berakhir,” tegas Ajie dalam keterangan resminya, Jumat (27/9/2025).
Penangkapan Soendari tidak berlangsung mudah. Saat hendak ditangkap, ia melawan dengan cara berteriak-teriak dan melepaskan pakaiannya, menolak untuk dibawa. “Walaupun melawan, tim gabungan kami berhasil mengamankan Soendari tanpa insiden lebih lanjut,” tambah Ajie.
Setelah penangkapan, Soendari dieksekusi ke Rumah Tahanan (Rutan) Perempuan Klas IIA Porong di Kabupaten Sidoarjo, setelah sebelumnya ditahan sementara di Rutan Kejaksaan Negeri Blitar. Menanggapi penangkapan ini, Ajie menegaskan bahwa Kejaksaan Negeri Surabaya tidak memberi ruang bagi terpidana korupsi untuk lolos dari hukuman. “Siapa pun yang mencoba melarikan diri akan terus dikejar sampai tertangkap,” ujarnya.
Kasus yang melibatkan Soendari berakar dari dugaan penggelapan lahan seluas 537 meter persegi milik Pemkot Surabaya. Lahan tersebut, yang diakui sebagai aset Pemkot sejak 1926 berdasarkan Besluit 4276, pernah digunakan sebagai Kantor Kelurahan Rangkah. Namun, pada tahun 2003, Soendari melakukan manipulasi dengan membuat peta bidang tanah tanpa bukti kepemilikan yang sah.
Puncak dari penggelapan ini terjadi pada tahun 2004, ketika lahan tersebut terkena proyek pelebaran akses menuju Jembatan Suramadu. Soendari yang sempat ditawari ganti rugi sebesar Rp 116 juta menolak tawaran tersebut dan malah menggugatnya di pengadilan. Ironisnya, pada tahun 2014, ia menjual lahan itu kepada pihak lain seharga lebih dari Rp 2 miliar, sehingga mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi negara.
Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum yang lebih tegas di Indonesia, terutama dalam menangani kasus-kasus korupsi yang merugikan keuangan negara. Dampak dari tindakan Soendari tak hanya berdampak pada aset Pemkot Surabaya, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas pemerintah.
Pemerintah dan institusi terkait diharapkan dapat memperkuat upaya pencegahan dan penindakan terhadap tindakan korupsi, guna memastikan keadilan dan kebaikan bagi masyarakat luas. Penangkapan Soendari menjadi contoh bahwa tidak ada yang dapat lari dari hukum, serta menjadi harapan bagi penegakan hukum yang lebih fair dan progresif di masa depan.