Pembobolan Rekening Dormant BNI: Polisi Ungkap Modus Sindikat dengan Kerugian Rp204 Miliar
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus pembobolan rekening dormant senilai Rp204 miliar yang terjadi di kantor cabang Bank BNI di Jawa Barat. Pengungkapan ini dilakukan setelah pihak bank melaporkan adanya transaksi mencurigakan kepada Bareskrim.
Brigjen Pol. Helfi Assegaf, Dirtipideksus Bareskrim Polri, dalam konferensi pers di Jakarta, menjelaskan bahwa sindikat ini melakukan kejahatan dengan modus akses ilegal untuk memindahkan dana dari rekening-rekening yang tidak aktif tersebut. Total terdapat sembilan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk dua karyawan bank yang berperan sebagai pengatur dan lima orang lainnya sebagai eksekutor atau pelaku langsung kejahatan.
Kedua karyawan bank yang terlibat adalah AP (50), kepala cabang pembantu, dan GRH (43), yang menjabat sebagai consumer relations manager. Lima pelaku pembobol lainnya adalah C (41), DR (44), NAT (36), R (51), dan TT (38), sedangkan dua orang lagi, DH (39) dan IS (60), berperan dalam pencucian uang. Satu tersangka berinisial D saat ini masih dalam daftar pencarian orang (DPO). Perlu dicatat bahwa C dan DH juga terlibat dalam kasus pembunuhan Kepala Cabang Bank BRI Cempaka Putih.
Modus operandi sindikat ini cukup cerdik. Mereka menargetkan dana dalam rekening dormant di luar jam operasional bank dan melaksanakan pemindahan uang secara in absentia, yakni tanpa kehadiran fisik di bank. Barang bukti yang berhasil disita dalam penggerebekan ini terdiri dari uang tunai sebesar Rp204 miliar, 22 unit telepon genggam, satu hard disk internal, dua DVR CCTV, satu unit komputer pribadi, dan satu unit notebook.
Bareskrim Polri telah mengenakan sejumlah pasal terhadap para tersangka, termasuk Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda mencapai Rp200 miliar. Selain itu, Pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 mengancam dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Pasal 82 dan 85 dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana juga turut dikenakan, dengan potensi hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp20 miliar. Terakhir, Pasal 3, 4, dan 5 dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang menjatuhkan ancaman penjara hingga 20 tahun dan denda Rp10 miliar.
Helfi menambahkan bahwa penyidik akan terus mengembangkan kasus ini untuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan pelaku lain di dalam sindikat pembobol bank. Dengan pengembangan kasus yang terus berlanjut, diharapkan ke depan akan ada langkah-langkah preventif untuk melindungi aset perbankan dari praktik kejahatan serupa.
Kasus ini menjadi peringatan bagi lembaga keuangan untuk lebih berhati-hati dalam mengawasi transaksi, terutama yang mencurigakan, guna mencegah kerugian serupa di masa mendatang.