Internasional

Dokter Temukan Pola Luka Tembak Gigih pada Anak-anak di Gaza

Avatar photo
4
×

Dokter Temukan Pola Luka Tembak Gigih pada Anak-anak di Gaza

Sebarkan artikel ini

Dokter Internasional Ungkap Pola Luka Tembak pada Anak di Gaza

JAKARTA — Sejumlah dokter internasional yang bertugas di Gaza, Palestina, membeberkan pola luka tembak yang mencolok pada anak-anak yang menjadi korban serangan. Para tenaga medis ini mendapati bahwa luka di kepala dan dada menunjukkan indikasi bahwa anak-anak mungkin telah disasar dengan sengaja dalam agresi oleh tentara Israel (IDF). Temuan ini dilaporkan oleh surat kabar Belanda, de Volksrant, pada Sabtu (13/9).

Sejak Oktober 2023, setidaknya 17 dokter dan seorang perawat yang berasal dari Amerika Serikat, Inggris, Australia, Kanada, dan Belanda telah memberikan pelayanan medis di enam rumah sakit dan empat klinik di Gaza. Mereka memiliki latar belakang kuat dalam menangani krisis kemanusiaan, termasuk pengalaman di zona konflik seperti Sudan, Afghanistan, dan Ukraina. Dari total tersebut, lima belas dokter melaporkan telah menangani 114 anak di bawah usia 15 tahun yang mengalami luka tembak di kepala atau dada. Sayangnya, banyak di antara mereka tidak dapat diselamatkan.

Dokter-dokter tersebut mencatat bahwa pola luka yang teridentifikasi antara akhir 2023 hingga pertengahan 2025 ini terjalin di sepuluh fasilitas medis. Mereka meyakini bahwa luka-luka ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Seorang pakar forensik yang dihubungi de Volksrant mengungkapkan bahwa keseragaman luka menunjukkan adanya tembakan terarah, yang mungkin berasal dari penembak jitu atau pesawat nirawak (drone).

Feroze Sidhwa, seorang relawan bedah asal Amerika Serikat, berbagi pengalaman mendalamnya saat bekerja di Rumah Sakit Eropa Gaza. Dalam 48 jam pertamanya, ia merawat empat anak di bawah 10 tahun yang menderita luka tembak di kepala. “Saya terkejut, bagaimana bisa ada empat anak dalam waktu singkat dengan luka serupa?” ujarnya. Bahkan setelah dua minggu kemudian, Sidhwa menangani sembilan anak lagi dengan luka yang sama, yang membuatnya semakin khawatir.

Ketika bertemu dengan rekan-rekannya di rumah sakit lain, Sidhwa menemukan bahwa mereka juga mengalami hal serupa. Merasa bahwa ada sesuatu yang serius dan mendesak, ia memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut situasi yang sedang terjadi.

Selain tantangan medis, relawan juga menghadapi dilema moral. Banyak dari mereka berisiko dilarang kembali ke Gaza jika berbicara tentang apa yang mereka saksikan. Namun, para dokter merasa bahwa tetap diam bukan lagi pilihan yang dapat diterima. Salah satu dokter yang diwawancarai menyatakan tegas, “Tidak berbicara bukan lagi sebuah opsi.”

Sementara itu, Israel terus membantah tuduhan bahwa mereka secara sengaja menargetkan warga sipil, termasuk anak-anak. Dalam kurun waktu akhir pekan ini, Al Jazeera mencatat bahwa tetap ada 31 orang tewas akibat serangan udara dan penembakan dari angkatan bersenjata Israel. Sejak Oktober 2023, total korban jiwa di Gaza mencapai 64.803 orang, dengan lebih dari 164.264 lainnya terluka.

Kantor Media Pemerintah Palestina di Gaza melaporkan bahwa sejak 11 Agustus 2025, Israel telah melakukan serangan darat yang mengincar kawasan permukiman di Gaza City. Sementara itu, PBB melaporkan bahwa Israel telah menolak lebih dari 100 tenaga kesehatan internasional yang ingin masuk ke Gaza tanpa memberikan alasan yang jelas.

Kondisi ini menyoroti tantangan serius yang dihadapi dalam upaya memberikan perawatan medis di tengah konflik berkepanjangan dan menunjukkan betapa besarnya dampak yang dialami oleh masyarakat sipil, terutama anak-anak, dalam situasi ini.