Berita

Gereja Kalvari Lubang Buaya Resmi Didirikan Setelah 33 Tahun, Pramono Ajak Jaga Toleransi Beragama

Avatar photo
5
×

Gereja Kalvari Lubang Buaya Resmi Didirikan Setelah 33 Tahun, Pramono Ajak Jaga Toleransi Beragama

Sebarkan artikel ini

Pembangunan Gereja Kalvari Paroki Lubang Buaya: 33 Tahun Perjuangan Menuju Toleransi

Jakarta, Indonesia — Setelah menempuh perjalanan panjang selama 33 tahun, Gereja Kalvari Paroki Lubang Buaya akhirnya resmi berdiri. Gereja ini menjadi salah satu dari 69 paroki Katolik yang ada di wilayah Jakarta, dan diharapkan bisa menjadi contoh penting dalam membangun toleransi antarumat beragama di ibu kota.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Pramono, tokoh masyarakat setempat, pada acara peresmian gereja yang dihadiri oleh berbagai kalangan. Ia mengingatkan pentingnya kerja sama antara Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan pemerintah kota guna menjaga keharmonisan di Lubang Buaya, yang memiliki keragaman rumah ibadah, mulai dari gereja Katolik, gereja Nasrani, masjid, hingga pesantren dan musala.

“Daerah ini bisa menjadi prototipe bagaimana toleransi dibangun. Kebhinekaan yang kita miliki adalah kekuatan kita bersama,” ungkap Pramono dalam sambutannya. Dengan adanya rumah ibadah yang beragam, diharapkan masyarakat di wilayah ini semakin memperkuat semangat kebersamaan dan saling menghormati antaragama.

Dalam kesempatan itu, Pramono juga menyoroti isu banjir yang kerap mengganggu aktivitas di sekitar gereja. Ia meminta kepada Wali Kota Jakarta Timur untuk segera menangani masalah banjir yang sering melanda daerah tersebut. “Ada dua tugas yang saya berikan secara terbuka. Pertama, kepada Pak Wali Kota, banjirnya harus diatasi. Kedua, kepada Biro Pendidikan dan Mental Spiritual (Dikmental), agar dapat memberikan dukungan rutin kepada Gereja Kalvari setiap tahunnya,” tegasnya.

Pramono menegaskan bahwa dukungan dari pemerintahan lokal sangat penting, tidak hanya untuk keberlangsungan gereja, tetapi juga untuk memperkuat upaya pengentasan masalah banjir yang kerap mengganggu kehidupan masyarakat. Ia berharap, dengan adanya dukungan tersebut, keberadaan Gereja Kalvari dapat membawa dampak positif bagi masyarakat sekitarnya.

Komitmen Pramono untuk menjadikan Lubang Buaya sebagai contoh toleransi di Jakarta mengikuti tren positif dalam hubungan antar umat beragama di Indonesia. Seiring dengan keberagaman yang ada, situasi semacam ini diharapkan dapat meredakan gesekan antaragama yang kerap terjadi di berbagai daerah.

Kehadiran Gereja Kalvari di Lubang Buaya bukan hanya menjadi fasilitas ibadah bagi umat Katolik, tetapi juga menjadi simbol harapan akan terciptanya lingkungan yang saling menghormati. Hal ini sejalan dengan semangat masyarakat Jakarta yang ingin mewujudkan iklim toleransi yang lebih baik.

Kelahiran gereja ini tentunya juga menjadi momen penting bagi umat Katolik di Jakarta, setelah menunggu selama puluhan tahun. Keberadaan rumah ibadah ini dapat memfasilitasi kegiatan keagamaan dan sosial bagi komunitas Katolik.

Dalam konteks lebih luas, pembangunan Gereja Kalvari juga mencerminkan perkembangan sosial di Jakarta, di mana keragaman budaya dan agama perlu diakomodasi dengan sebaik-baiknya. Masyarakat diajak untuk bersama-sama menjaga dan merawat keharmonisan yang ada, serta menjadikan Lubang Buaya sebagai contoh bagi daerah lain di Indonesia.

Dengan begitu, Gereja Kalvari tak hanya berdiri sebagai bangunan fisik, melainkan menjadi simbol harapan dan jembatan dalam membangun persatuan dan kesatuan di tengah keragaman.