Kasus Pencabulan yang Mengguncang Lombok: Guru Setubuhi Siswi Sejak Kelas 6 SD
Jakarta, – Masyarakat Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), diguncang oleh kasus pencabulan yang melibatkan seorang guru sekolah dasar berinisial LS. Kasus ini terungkap setelah korban, yang kini telah duduk di bangku SMA, mengaku telah disetubuhi oleh pelaku sejak masih duduk di kelas 6 SD. Pihak berwajib mencatat bahwa tindakan bejat ini berlangsung dengan ancaman publikasi video hubungan intim oleh pelaku.
Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Lombok Barat, AKP Lalu Eka Mardiwinata, pengakuan pelaku menyebutkan bahwa dia memiliki rekaman video dari tindakan penyimpangan tersebut. Hal ini mengindikasikan seberapa jauh pelaku berani melakukan aksinya dengan mempergunakan ancaman untuk mengekang korban.
“Dari keterangan korban, perbuatan itu sudah berlangsung sejak lama, hingga korban sekarang berstatus sebagai pelajar SMA,” ujar Eka. Penyelidikan menunjukkan bahwa tindakan pencabulan ini terakhir terjadi pada 5 Juli 2025, dan pelaku melakukan aksinya di dekat rumah korban.
Polres Lombok Barat juga telah memeriksa enam saksi terkait kasus ini, yang terdiri dari anggota keluarga korban, pejabat desa, dan pihak dari dinas pendidikan. Upaya hukum terhadap pelaku diharapkan dapat memberi keadilan bagi korban dan memberi efek jera kepada calon pelaku lainnya.
Kasus ini menjadi perhatian penting di tengah isu perlindungan anak yang semakin mendesak. Dalam konteks sosial-politik Indonesia saat ini, perlindungan terhadap anak di bawah umur harus semakin ditingkatkan, mengingat banyaknya kasus serupa yang mencoreng wajah pendidikan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.
Kejadian seperti ini menegaskan pentingnya pemantauan dan pengawasan terhadap tenaga pendidik, terutama di daerah-daerah yang rawan. Masyarakat pun diharapkan tidak ragu untuk melaporkan dugaan penyimpangan yang terjadi di lingkungan sekolah, sebagai langkah awal untuk melindungi generasi penerus bangsa.
Melihat kasus ini dari sudut pandang masyarakat, terutama orang tua, adalah penting bagi mereka untuk selalu berkomunikasi dengan anak-anak mengenai masalah seksual dan cara melindungi diri mereka dari situasi berbahaya. Kesadaran dan pendidikan tentang hak-hak anak serta kemungkinan ancaman dari orang dewasa perlu terus digalakkan.
Keberanian korban untuk berbicara dan melaporkan tindakan pencabulan ini patut dicontoh, dan diharapkan dapat merangsang korban lain untuk tidak merasa takut akibat stigma yang ada. Proses hukum yang transparan dan beratnya hukuman untuk pelaku dapat memberikan harapan bagi korban serta mendorong masyarakat untuk lebih proaktif dalam isu perlindungan anak.
Dengan demikian, kasus LS menyoroti titik lemah dalam perlindungan anak di lingkungan pendidikan dan mendorong pihak berwenang untuk lebih serius dalam menangani masalah ini. Pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak harus menjadi agenda prioritas di Indonesia.