Berita

Mediasi Antara Blitar dan Kediri Terkait Sengketa Gunung Kelud

Avatar photo
6
×

Mediasi Antara Blitar dan Kediri Terkait Sengketa Gunung Kelud

Sebarkan artikel ini

Blitar, sebuah daerah yang kaya akan potensi wisata, kini tengah menghadapi sengketa yang melibatkan Gunung Kelud, ikon wisata yang memiliki daya tarik tersendiri. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar telah menginisiasi mediasi dengan Pemerintah Kabupaten Kediri untuk menyelesaikan permasalahan ini. Dalam pernyataannya pada Rabu, 9 Mei 2012, Kepala Bagian Humas Pemkab Blitar, Joni Setiawan, menegaskan bahwa mereka terbuka untuk berdiskusi dan berkolaborasi dalam pengelolaan Gunung Kelud, asalkan Pemkab Kediri bersedia untuk ikut serta.

Joni Setiawan menyebutkan bahwa Gunung Kelud bukan hanya sekadar tempat wisata, tetapi juga sumber pendapatan yang signifikan dari kunjungan wisatawan. Oleh karena itu, Pemkab Blitar mengusulkan agar Pemkab Kediri dapat membentuk badan usaha milik daerah yang dapat mengelola Kelud secara bersama-sama. Ini diharapkan dapat menguntungkan kedua belah pihak dan meningkatkan potensi wisata di kawasan tersebut.

Dalam proses ini, Pemkab Kediri telah mengeluarkan dana sebesar Rp 80 miliar untuk membangun infrastruktur yang mendukung pengembangan lokasi wisata di Gunung Kelud. Joni menegaskan bahwa pihaknya bersedia untuk mengembalikan biaya tersebut jika Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memberikan hak pengelolaan kepada Blitar. Hal ini menunjukkan komitmen Pemkab Blitar untuk mengikuti segala prosedur hukum yang berlaku.

Lebih lanjut, Joni menyatakan bahwa Pemkab Blitar berkomitmen untuk mematuhi semua perintah pengadilan, termasuk melaksanakan mediasi. Dia percaya bahwa mediasi adalah langkah yang lebih efektif daripada melanjutkan proses hukum yang berkepanjangan di PTUN. “Kami siap bernegosiasi dengan Kediri,” ungkap Joni, menunjukkan kesediaan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan.

Namun, sebelum langkah hukum diambil, kedua pemerintah daerah telah melakukan mediasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Sayangnya, upaya tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan, sehingga Pemkab Blitar merasa terpaksa untuk membawa masalah ini ke jalur hukum.

Dalam sidang kedua yang berlangsung di PTUN Surabaya pada 8 Mei 2012, majelis hakim memutuskan untuk memasukkan Pemkab Kediri sebagai turut tergugat. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses mediasi antara kedua pemerintah daerah. Mahfudz, Kepala Bantuan Hukum Biro Hukum Pemerintah Jawa Timur, menekankan pentingnya menemukan jalan keluar yang baik dalam sengketa ini.

Namun, harapan untuk mencapai penyelesaian secara damai tampaknya tidak berjalan mulus. Pemerintah Kediri, melalui ketua Tim Penegasan Batas, Yusron, menyatakan bahwa mereka akan tetap mengikuti proses hukum yang ada. Dia juga menanggapi imbauan pengadilan untuk menempuh jalur damai dengan skeptis. “Kami akan ikuti proses hukumnya. Soal mediasi itu memang prosedur pengadilan,” tegas Yusron.

Yusron juga menilai bahwa kabar yang menyebutkan adanya wilayah Pemkab Blitar yang tercaplok oleh Kediri, terkait dengan terbitnya Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/133/KPTS/013/2012, adalah tidak benar. Hal ini menunjukkan adanya ketegangan yang cukup tinggi antara kedua daerah terkait klaim wilayah dan pengelolaan sumber daya alam.

Sengketa ini bukan hanya berdampak pada kedua pemerintah daerah, tetapi juga berpotensi mempengaruhi masyarakat lokal yang bergantung pada sektor pariwisata di Gunung Kelud. Dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung, pengelolaan yang baik sangat penting untuk memastikan keberlangsungan ekonomi lokal.

Dalam konteks ini, penting bagi kedua belah pihak untuk menemukan titik temu. Mediasi adalah langkah awal yang krusial untuk mencegah konflik berkepanjangan yang dapat merugikan kedua daerah. Keterbukaan untuk berkolaborasi dalam pengelolaan Gunung Kelud dapat menjadi solusi yang saling menguntungkan, memperkuat hubungan antara Blitar dan Kediri serta meningkatkan potensi pariwisata yang ada.

Ke depan, kedua pemerintah daerah diharapkan dapat berkomunikasi dengan lebih baik dan mencari kesepakatan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan di sekitar Gunung Kelud. Dengan demikian, potensi wisata yang ada dapat terus berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.

Sementara itu, masyarakat dan pengusaha lokal sangat berharap agar sengketa ini cepat terselesaikan. Mereka ingin melihat Gunung Kelud kembali menjadi lokasi wisata yang ramai dan menyenangkan, tanpa ada ketegangan antara dua pemerintah daerah yang mengelolanya. Keberhasilan mediasi ini akan menjadi cerminan dari komitmen kedua belah pihak untuk bekerja sama demi kepentingan bersama.