Berita

Paguyuban Jaranan “New Devil”: Perjuangan Generasi Muda untuk Melestarikan Tradisi

Avatar photo
6
×

Paguyuban Jaranan “New Devil”: Perjuangan Generasi Muda untuk Melestarikan Tradisi

Sebarkan artikel ini
Boks lestarikan jarangan ala new devil 1 698001864

BLITAR – Di tengah arus modernisasi yang kian deras, kesenian tradisional jaranan ternyata masih tetap menarik perhatian generasi muda. Hal ini terlihat jelas dari keberadaan Paguyuban Jaranan New Devil yang beroperasi di Kota Blitar. Paguyuban ini bukan sekadar simbol, melainkan juga sebuah perlawanan terhadap meredupnya tradisi yang telah ada sejak lama.

Terletak di utara parkiran Makam Bung Karno, tepatnya di Kelurahan Sentul, Kecamatan Kepanjenkidul, Paguyuban Jaranan New Devil terus menjaga semangat budaya lokal. Di tempat ini, para pegiat dan pemain jaranan biasanya terdiri dari anak-anak sekolah, meskipun mereka tetap didampingi oleh para sesepuh yang berpengalaman.

Antusiasme anak-anak muda yang terlibat dalam paguyuban ini menunjukkan bahwa budaya nenek moyang masih memiliki tempat di hati mereka. “Di sini, jaranan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Dari dulu hingga sekarang, seni ini tetap hidup dan berkembang,” ungkap Heru Capar, salah satu sesepuh dan pembina Paguyuban Jaranan New Devil.

Paguyuban ini lahir dari semangat generasi muda untuk melestarikan tradisi. Dikelola oleh pelajar dari berbagai jenjang, mulai dari SD hingga SMA, Paguyuban Jaranan New Devil menciptakan ruang ekspresi yang sekaligus berfungsi sebagai penjaga tradisi di tengah era digital. Saat ini, terdapat sembilan anak SD, delapan belas anak SMP, dan sejumlah siswa SMA yang aktif berlatih di sanggar ini.

Latihan rutin diadakan setiap Jumat malam untuk mempersiapkan diri menghadapi berbagai undangan pentas. Paguyuban ini sering diundang untuk tampil dalam acara budaya seperti bersih desa dan kegiatan pelestarian kesenian jaranan. Namun, perjalanan mereka tidak selalu mulus. Saat pandemi Covid-19 melanda, kegiatan pentas jaranan mengalami penurunan yang cukup drastis.

Pembatasan sosial yang diberlakukan saat itu membuat pementasan yang biasanya berlangsung hingga subuh dibatasi maksimal hingga pukul 12 malam, yang berimbas pada jumlah penonton dan minat masyarakat terhadap pertunjukan ini. “Namun, bagi New Devil, setelah pandemi, kami tetap stabil. Anak-anak tetap semangat latihan, baik untuk tampil maupun tidak,” jelas Heru.

Salah satu ciri khas dari Paguyuban Jaranan New Devil adalah pendekatan yang diambil dalam pertunjukan mereka. Berbeda dengan paguyuban lain yang sering kali terjebak dalam unsur spiritual dan kesurupan, New Devil lebih menekankan pada aspek seni tari. “Sering kali orang menilai jaranan itu negatif karena ada yang kesurupan. Tapi di New Devil, kami fokus pada tarian, bukan hal-hal mistis,” tegas Ridho Ramadhan, salah satu alumnus sanggar.

Pendekatan ini terbukti lebih menarik minat generasi Z. Anak-anak muda saat ini cenderung lebih tertarik pada koreografi, kostum, dan irama musik yang atraktif daripada adegan kesurupan yang seringkali menakutkan. “Kami ingin menunjukkan bahwa jaranan bisa menjadi seni yang menarik tanpa harus melibatkan unsur mistis,” tambah Ridho.

Paguyuban Jaranan New Devil telah berhasil menjelma menjadi simbol perjuangan generasi muda dalam melestarikan tradisi. Mereka tidak hanya mempertahankan seni ini, tetapi juga mengembangkannya agar tetap relevan dengan zaman. “Di balik derap kaki kuda lumping dan lantunan gamelan, ada tekad kuat untuk membuktikan bahwa budaya bukan hanya milik masa lalu, tapi juga masa depan,” pungkas Ridho.

Keberadaan Paguyuban Jaranan New Devil menunjukkan bahwa kesenian tradisional masih memiliki harapan di tangan generasi muda. Dalam upaya menjaga warisan budaya, mereka berkomitmen untuk terus berlatih dan berprestasi, sekaligus mengajak masyarakat untuk lebih menghargai dan mencintai kesenian asli daerah. Dengan semangat yang membara, mereka berusaha meyakinkan bahwa jaranan adalah bagian penting dari identitas budaya yang harus dilestarikan dan dikembangkan untuk generasi mendatang.