Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Blitar memutuskan menunda peluncuran data kemiskinan terbaru demi memastikan keakuratan yang lebih tinggi. Langkah ini diambil karena proses validasi dan integrasi data yang melibatkan berbagai sumber dan pihak terkait membutuhkan waktu lebih panjang dari biasanya. Keputusan ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam mengatasi kemiskinan dengan data yang benar-benar akurat dan terpercaya, bukan sekadar angka statistik semu yang sering diklaim.
Kepala BPS Kota Blitar, Hanung Pramusito, menyatakan bahwa pendekatan baru akan mulai diterapkan pada tahun 2025, dengan mengandalkan data kolaboratif dari berbagai instansi dan sumber seperti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), P3KE, dan Regsosek. Ia menegaskan, proses konsolidasi ini harus dilakukan secara ketat, melalui crosscheck dan verifikasi lapangan, agar data yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kondisi riil di lapangan. Ini merupakan langkah yang jarang dilakukan secara serius oleh pemerintah daerah, mengingat biasanya data kemiskinan dirilis pada triwulan pertama tanpa proses validasi mendalam.
Langkah penundaan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang ketepatan waktu dan efektivitas pengelolaan data di tingkat lokal. Apakah selama ini data kemiskinan yang disajikan tidak cukup akurat? Apakah ada faktor politis atau administratif yang selama ini menghambat proses validasi data yang jujur dan transparan? Melalui pendekatan yang lebih kolaboratif dan terintegrasi, BPS berharap bisa menghadirkan data yang tidak hanya valid secara statistik, tetapi juga mampu menjadi dasar kebijakan yang benar-benar tepat sasaran dan efektif dalam mengurangi kemiskinan.
Keputusan ini juga menandai perubahan paradigma dalam pengelolaan data sosial di Indonesia, yang selama ini seringkali terjebak pada angka-angka yang cenderung dipaksakan agar sesuai narasi tertentu. Kini, BPS menunjukkan komitmen untuk menyajikan data yang benar-benar mencerminkan kondisi riil, meskipun prosesnya memakan waktu lebih lama. Semoga langkah ini menjadi contoh bagi daerah lain agar lebih jujur dan transparan dalam mengelola data sosial, demi keberhasilan program pengentasan kemiskinan yang lebih efektif dan berkelanjutan.