Berita

Wali Kota Blitar Umumkan Jam Malam, Pelajar Keluyuran Siap Ditangkap!

Avatar photo
9
×

Wali Kota Blitar Umumkan Jam Malam, Pelajar Keluyuran Siap Ditangkap!

Sebarkan artikel ini
Mas ibin

Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, membuat gebrakan kontroversial dengan mengumumkan langkah tegas untuk memberlakukan jam malam bagi pelajar. Kebijakan ini dinilai sebagai upaya mendisiplinkan generasi muda, namun menuai polemik dan pertanyaan dari berbagai kalangan tentang efektivitas serta dampaknya terhadap hak asasi anak. Dalam sebuah video yang beredar luas di media sosial, Syauqul menyatakan akan mengeluarkan surat edaran resmi yang mengatur batasan waktu bagi pelajar untuk beraktivitas di luar rumah, dengan ancaman penangkapan bagi yang melanggar.

Menurutnya, langkah ini diambil demi menjaga moral dan mengurangi pergaulan bebas yang dianggap berpotensi menjerumuskan pelajar ke dalam pergaulan buruk dan kriminalitas. “Kalau anak-anak keluyuran malam-malam, akan kami tangkap. Nanti akan ada patroli rutin yang mengawasi mereka,” tegas Syauqul tanpa ragu. Kebijakan ini dipastikan akan diberlakukan mulai dari pukul 21.00 WIB, sesuai imbauan dari Dinas Pendidikan Kota Blitar, yang menganggap pengaturan jam malam penting untuk menanamkan kedisiplinan dan tanggung jawab pada siswa.

Namun, langkah tegas ini menimbulkan sejumlah pertanyaan kritis. Apakah pendekatan ini benar-benar efektif tanpa memperhatikan hak anak untuk beraktivitas? Bagaimana jika kebijakan ini justru menimbulkan ketakutan dan melanggar hak asasi pelajar? Pengamat pendidikan dan hak asasi manusia menyuarakan keprihatinan terhadap kebijakan yang berpotensi mengabaikan aspek kebebasan dan kepercayaan terhadap generasi muda. Mereka mengingatkan bahwa pendidikan harus mampu membangun karakter tanpa harus melanggengkan ketakutan dan kekerasan.

Sementara itu, orang tua dan masyarakat di Blitar dihadapkan pada dilema antara mendukung langkah kedisiplinan dan kekhawatiran akan langkah represif yang berlebihan. Apakah kebijakan ini akan mampu menanamkan kedisiplinan yang berkelanjutan, atau justru menciptakan ketakutan dan resistensi dari anak-anak sendiri? Sementara pemerintah kota berargumen bahwa kebijakan ini penting untuk masa depan generasi muda, realitas di lapangan menunjukkan bahwa solusi jangka panjang harus didukung oleh pendekatan yang lebih humanis dan edukatif.