Dokter di RSUD Surabaya Dianiaya Pasien Pasca Operasi
Seorang dokter konsultan bedah umum di RSUD Bhakti Dharma Husada (BDH) Surabaya, dr. Faradina, mengalami penganiayaan yang mengerikan pascaoperasi. Insiden tersebut terjadi pada Jumat (25/4/2025) ketika pasien bernama Norliyanti (48) merasa keluhannya tidak diperhatikan. Warga Babat Jerawat tersebut memukul dokter dengan batu hingga mengakibatkan luka serius.
Kejadian bermula ketika Norliyanti menjalani prosedur bedah. Setelah operasi, ia merasa dokter tidak merespons keluhan yang disampaikannya. Dalam keadaan emosional, pasien tersebut mengambil batu gragal dan menghantamkan sebanyak lima kali ke bagian kepala dan punggung dr. Faradina. “Dua pukulan di kepala menyebabkan luka robek yang harus dijahit, sedangkan tiga pukulan lainnya pada punggung menimbulkan memar,” jelas Plt. Direktur RSUD BDH, dr. Arif Setiawan.
Kondisi fisik dr. Faradina menjadi parah akibat serangan tersebut. Luka robek di kepala meningkatkan risiko cedera otak yang berpotensi fatal, sementara trauma psikologis juga dirasakannya. “Pengalaman menjadi relawan tenaga kesehatan di Gaza tidak mengurangi dampak emosional dari kejadian ini,” ungkapnya. Meskipun mengalami trauma, dr. Faradina tetap berkomitmen untuk menjalankan tugasnya tanpa mengambil cuti, khawatir akan dampak bagi pasien lain yang membutuhkan perawatan.
Kejadian ini telah dilaporkan ke Polsek Benowo dan kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya. “Ini adalah kali pertama insiden penganiayaan terhadap tenaga kesehatan di RSUD BDH terjadi,” kata dr. Arif. Ia mengungkapkan, tidak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa sebuah ancaman keamanan dapat datang dari seorang pasien yang rutin berkunjung ke rumah sakit.
Dari peristiwa tragis ini, muncul keprihatinan terhadap keamanan tenaga medis di Indonesia. Dengan banyaknya kasus serupa yang bisa terjadi, penting bagi rumah sakit dan pihak berwenang untuk meningkatkan sistem perlindungan bagi tenaga kesehatan. Situasi ini juga mencerminkan kondisi layanan kesehatan di Indonesia, di mana ketidakpuasan pasien bisa berujung pada tindakan kekerasan.
Masyarakat diharapkan dapat memahami pentingnya komunikasi yang baik antara dokter dan pasien untuk mencegah kesalahpahaman yang bisa berujung pada insiden yang tidak diinginkan. Kejadian ini menjadi gambaran nyata mengenai tantangan yang dihadapi tenaga medis dalam melayani pasien di tengah situasi yang penuh tekanan.
Bagi dr. Faradina, insiden ini bukan hanya luka fisik, tetapi juga bekas trauma yang akan terus mengingatkannya akan risiko yang dihadapi saat menjalankan profesinya. Dukungan dari rekan-rekan sesama tenaga medis dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk melanjutkan misi mulia dalam memberikan pelayanan kesehatan tanpa rasa takut akan kekerasan.
Kasus ini memunculkan harapan agar ke depan rumah sakit dapat lebih berupaya dalam pembentukan lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi dokter serta tenaga kesehatan lainnya. Sementara itu, kehadiran kritik dan masukan dari pasien harus dibangun melalui cara yang lebih konstruktif dan tidak melalui tindakan kekerasan.