Nasional

KPK Temukan Bukti Suap Pokmas, Tingkatkan Kasus Korupsi

Avatar photo
13
×

KPK Temukan Bukti Suap Pokmas, Tingkatkan Kasus Korupsi

Sebarkan artikel ini

Blitar — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menguatkan langkahnya dalam memberantas praktik korupsi dana hibah untuk komunitas masyarakat di Jawa Timur. Pada Senin, 14 Juli 2025, lembaga antirasuah ini memeriksa Yohan Tri Waluyo, anggota DPRD Kota Blitar, sebagai saksi terkait dugaan suap dalam pengelolaan dana pokmas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur tahun 2019-2022. Pemeriksaan ini menambah deretan bukti dan langkah pencegahan yang menunjukkan bahwa praktik korupsi di sektor ini masih menjadi perhatian serius.

Dalam rilis resmi, juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebutkan bahwa pemeriksaan dilakukan di Mapolres Blitar dan melibatkan beberapa saksi lainnya, termasuk Handri Utomo dan Saean Choir, yang keduanya bekerja sebagai pegawai swasta. Investigasi ini tidak hanya berhenti pada pengumpulan keterangan, tetapi juga menelusuri aliran dana yang diduga terkait dengan pemberian dana hibah kepada pokmas, yang selama ini menjadi sasaran empuk praktik korupsi. Sayangnya, dua saksi lain yang dijadwalkan hadir, yaitu Totok Hariyadi dan Puguh Supriadi, tidak dapat hadir saat pemeriksaan berlangsung.

KPK juga mengungkapkan bahwa sebanyak 21 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam pengembangan kasus ini. Mereka terdiri dari anggota DPRD provinsi dan kabupaten, serta pihak swasta yang diduga terlibat dalam praktik suap dan penggelapan dana. Lebih mengkhawatirkan, KPK telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham untuk mencegah 21 individu tersebut keluar negeri, sebagai langkah preventif agar tidak melarikan diri dari proses hukum.

Kasus ini menegaskan bahwa semangat pemberantasan korupsi di Indonesia harus terus dipacu, terutama di tingkat daerah yang rentan disusupi oleh praktek tidak sehat. Pengusutan kasus ini menjadi momentum penting, sekaligus pelajaran bahwa pengawasan ketat dan transparansi harus didorong secara konsisten. Jika tidak, potensi korupsi di sektor dana hibah komunitas akan terus menggerogoti kepercayaan publik dan memperlemah fondasi demokrasi kita.**