Jakarta, CNN Indonesia — Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyatakan kesiapan untuk bertemu dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky. Namun, pertemuan tersebut dapat dilaksanakan setelah semua isu yang diperlukan diselesaikan. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, yang menegaskan bahwa Putin telah berulang kali menyatakan keinginannya untuk berunding dengan Zelensky.
“Dengan pemahaman bahwa semua masalah yang memerlukan pertimbangan tingkat tertinggi akan ditangani dengan baik, para ahli dan menteri akan menyiapkan rekomendasi yang tepat,” kata Lavrov. Ia menambahkan, jika perjanjian di masa depan ditandatangani, akan ada klarifikasi mengenai posisi siapa yang seharusnya mewakili Ukraina dalam perjanjian tersebut.
Terkait kemungkinan pertemuan ini, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, juga mengkonfirmasi sedang mempersiapkan pertemuan antara Putin dan Zelensky. Trump menjelaskan bahwa Putin bersedia untuk melakukan pertemuan trilateral yang menurut Kanselir Jerman, Friedrich Merz, akan berlangsung dalam dua pekan ke depan. Rencana pertemuan ini muncul setelah pertemuan antara Putin dan Trump di Alaska pada 15 Agustus lalu.
Sementara itu, pernyataan Rusia mengenai status kepresidenan Zelensky cukup kontroversial. Rusia selama ini mempertanyakan legitimasi Zelensky sebagai presiden, mengingat dia terpilih pada 2019 untuk masa jabatan lima tahun. Saat ini, Ukraina masih dalam keadaan darurat militer akibat invasi Rusia, sehingga pemilihan umum belum dapat dilaksanakan. Hal ini menjadi sorotan karena pejabat Rusia khawatir jika Zelensky menandatangani perjanjian, presiden berikutnya dapat saja melanggarnya dengan alasan masa jabatannya telah berakhir.
Pertemuan antara ketiga pemimpin ini diharapkan dapat mendorong penyelesaian konflik yang sudah berlangsung lama. Namun, hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai perkembangan lebih lanjut mengenai masalah-masalah yang harus diselesaikan sebelum pertemuan berlangsung. Sebelumnya, Lavrov menyatakan bahwa untuk mencapai kesepakatan yang substantif, diperlukan persiapan yang matang.
Pada saat yang sama, reaksi internasional terhadap potensi pertemuan ini juga bervariasi. Banyak pihak berharap inisiatif dialog dapat meredakan ketegangan yang telah menciptakan ketidakstabilan di kawasan tersebut. Namun, skeptisisme tetap ada, mengingat sejarah panjang konflik antara Rusia dan Ukraina, serta sikap politik masing-masing negara.
Dalam konteks ini, pertemuan yang diusulkan bisa menjadi langkah awal menuju dialog yang konstruktif, namun semua pihak sepakat bahwa kesepakatan serta komitmen dari kedua belah pihak menjadi syarat mutlak untuk mencapai kedamaian jangka panjang.
Sebagai catatan, dialog diplomatik semacam ini penting tidak hanya untuk kepentingan Ukraina dan Rusia, tetapi juga untuk stabilitas kawasan dan dunia. Semua mata kini tertuju pada langkah selanjutnya yang akan diambil oleh para pemimpin dunia dalam merespons isu yang sensitif ini.