Nasional

Rupiah Melemah Antisipasi Pidato Hawkish The Fed dan Pertemuan Pemimpin Dunia

Avatar photo
5
×

Rupiah Melemah Antisipasi Pidato Hawkish The Fed dan Pertemuan Pemimpin Dunia

Sebarkan artikel ini

Pelemahan Rupiah Dipicu Antisipasi Kebijakan Fed dan Isu Geopolitik

Jakarta – Nilai tukar rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang dipengaruhi oleh ekspektasi pasar menjelang pidato Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell. Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyebutkan bahwa sentimen hawkish dari Powell dapat memperburuk kondisi rupiah dalam beberapa hari ke depan.

“Rupiah diperkirakan akan melemah lebih lanjut terhadap dolar AS, didorong oleh kemunculan sentimen hawkish dalam beberapa pidato Powell yang akan datang, khususnya pada risalah FOMC dan Simposium Jackson Hole yang akan berlangsung dari 21 hingga 23 Agustus 2025,” jelas Lukman saat dihubungi di Jakarta.

Pertemuan penting ini akan menjadi sorotan pelaku pasar, mengingat Powell diharapkan memberi arahan mengenai kebijakan suku bunga. Laporan dari FedWatch CME menunjukkan bahwa ada peluang sekitar 83 persen The Fed akan memangkas suku bunga dalam pertemuan September mendatang. Meskipun ada harapan pemangkasan suku bunga, sikap hawkish dari bank sentral AS tetap mempengaruhi psikologi pasar.

Di sisi lain, perkembangan geopolitis juga memberikan tekanan terhadap pasar. Pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 15 Agustus yang lalu tidak berhasil mencapai kesepakatan gencatan senjata terkait konflik di Ukraina. Ancaman Donald Trump terhadap Rusia, termasuk potensi tarif tinggi untuk pembeli utama minyak seperti India dan China, dapat memperburuk situasi, terutama bagi negara-negara Eropa yang masih bergantung pada pasokan energi dari Rusia.

Dari sisi ekonomi, kekhawatiran terhadap perekonomian China juga berkontribusi pada melemahnya nilai tukar rupiah. Data terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor industri dan investasi di China melambat, dengan produksi pabrik hanya meningkat 5,7 persen year-on-year pada Juli 2025, terendah sejak November 2025. Hal ini dipengaruhi oleh langkah Beijing dalam mengendalikan perang harga dan dampak lanjutan dari tarif impor yang diterapkan oleh AS.

Sementara itu, dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menginformasikan bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Juni 2025 mencapai 433,3 miliar dolar AS atau setara dengan Rp6.976,1 triliun. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp7.100,28 triliun. Pertumbuhan ULN juga melambat, dengan catatan tumbuh 6,1 persen year-on-year pada kuartal II-2025, sedikit menurun dari 6,4 persen pada kuartal I-2025. Hal ini dipicu oleh kontraksi pertumbuhan ULN swasta.

Pada perdagangan Selasa, nilai tukar rupiah dibuka melemah sebesar 32,50 poin atau 0,20 persen, menjadi Rp16.230 per dolar AS, dibandingkan dengan level sebelumnya yaitu Rp16.198 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dirilis Bank Indonesia pada Jumat, 15 Agustus, tercatat berada di level Rp16.162 per dolar AS.

Meningkatnya ketidakpastian baik di pasar global maupun domestik menciptakan tantangan tersendiri bagi stabilitas rupiah. Pelaku pasar diharapkan tetap waspada dan memantau perkembangan terkini, baik dalam kebijakan moneter maupun situasi geopolitik yang bisa memengaruhi pasar keuangan.