Keluarga Korban Pembunuhan Kecewa atas Remisi Ronald Tannur
Surabaya – Keluarga Dini Sera Afrianti, korban pembunuhan yang dilakukan oleh Gregorius Ronald Tannur, menyatakan kekecewaan mendalam atas keputusan pemerintah memberikan remisi 90 hari kepada terpidana tersebut. Keputusan ini memicu ketidakpuasan yang semakin meluas terhadap sistem peradilan di Indonesia.
Alfika, adik kandung almarhumah Dini, mengekspresikan kekecewaannya. “Saya bukan hanya kecewa pada hukumnya, tetapi juga pada negaranya. Di mana letak keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia? Sangat jauh dari kata merdeka,” ujarnya kepada detikJatim, Senin (18/8). Alfika mengaku sudah tidak kaget dengan kabar remisi, mengingat proses hukum yang dirasakan kurang transparan.
Sikap pesimis Alfika terlihat jelas. Ia bahkan menganggap bahwa kesulitan yang dihadapi keluarganya dalam mencari keadilan telah membuatnya merasa putus asa. “Kita tidak pernah tahu prosesnya. Hukum di negara ini sudah bobrok,” tandasnya. Ia menilai bahwa uang dapat mengubah banyak hal, bahkan nyawa kakaknya dianggap tidak berarti.
Alfika juga mengungkapkan bahwa pengacara keluarganya telah berjuang keras, namun hasilnya tetap mengecewakan. “Pengacara saya sudah berusaha semaksimal mungkin dengan bukti yang ada. Namun, jika hukum bisa dibeli, apa yang bisa kita lakukan?” tambahnya, penuh kesedihan.
Gregorius Ronald Tannur sebelumnya divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA), dan ia dijatuhi hukuman 5 tahun penjara. Kejadian ini menambah bukti bahwa proses hukum di Indonesia sering kali dipenuhi skandal. Kini, dengan remisi yang diterimanya, banyak pihak merasa dirugikan, termasuk keluarga Dini.
Dimas Yemahura, kuasa hukum keluarga Dini, juga menyatakan keprihatinan atas remisi yang diberikan kepada Tannur. “Sebagai kuasa hukum, saya merasa prihatin. hukum Indonesia seolah dilecehkan. Keluarga Dini belum mendapatkan restitusi, apalagi keadilan,” ungkapnya. Hingga saat ini, keluarga Dini belum menerima sepeser pun ganti rugi atas kehilangan yang mereka alami.
Dimas menegaskan pentingnya pertanyaan tentang keadilan di negeri ini. “Apakah ini yang dinamakan negara merdeka, jika seorang pembunuh mendapatkan remisi sedangkan keluarganya dibiarkan tanpa keadilan?” pertanyaannya mencerminkan kekhawatiran mendalam yang dirasakan masyarakat.
Ronald Tannur adalah salah satu dari 1.555 narapidana yang mendapatkan remisi saat peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia. Kalapas Salemba, Mohamad Fadil, menjelaskan bahwa remisi diberikan karena Tannur dianggap berkelakuan baik dan mengikuti program pembinaan dengan nilai baik.
Pemberian remisi ini memicu diskusi hangat di kalangan masyarakat, yang mempertanyakan keadilan dan transparansi sistem hukum di Indonesia. Dengan adanya kasus ini, banyak pihak berharap agar hukum dapat ditegakkan tanpa pandang bulu, demi tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat, terutama bagi mereka yang menjadi korban kejahatan.