KPK Diharapkan Segera Tingkatkan Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji Khusus 2024 ke Penyidikan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa penyelidikan terhadap dugaan korupsi yang melibatkan kuota haji khusus tahun 2024 telah memasuki tahap akhir. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa proses tersebut segera mencapai penyelesaian.
“Ini sudah mendekati penyelesaian,” ujar Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis malam (7/8). Pernyataan ini disampaikan ketika ditanya tentang apakah pemanggilan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas merupakan langkah terakhir dalam penyelidikan ini.
KPK menargetkan kasus tersebut dapat naik ke tahap penyidikan dalam waktu dekat, dengan harapan proses ini tidak melewati bulan Agustus. “Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama, atau tidak melewati bulan Agustus, kami akan tingkatkan ke penyidikan,” imbuhnya.
Sejak dimulainya penyelidikan, KPK telah memanggil sejumlah pihak untuk memberikan keterangan. Pada tanggal 20 Juni 2025, KPK mengonfirmasi telah melakukan undangan kepada beberapa pihak terkait yang dianggap penting dalam kasus ini. Beberapa nama yang telah dipanggil antara lain Ustad Khalid Basalamah dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah. Terbaru, pada 7 Agustus 2025, KPK memanggil Yaqut Cholil Qoumas untuk memberikan klarifikasi lebih lanjut.
Sementara itu, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Salah satu isu utama yang disorot adalah pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Kementerian Agama memutuskan untuk membagi kuota tambahan tersebut menjadi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Keputusan ini dinilai tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur porsi kuota haji khusus seharusnya sebesar delapan persen dan kuota haji reguler sebesar 92 persen.
Kejanggalan dalam alokasi kuota ini mengundang perhatian dan kritik dari berbagai pihak. Dengan latar belakang tersebut, langkah KPK untuk menyelidiki lebih dalam kasus ini diharapkan dapat membawa kejelasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan kuota haji di Indonesia.
Pengawasan yang ketat terhadap tindakan di sektor ini menjadi penting mengingat ibadah haji adalah salah satu kewajiban bagi umat Muslim, yang sudah sepatutnya dikelola dengan transparan dan akuntabel. Keberadaan KPK diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi penyelenggara haji di Indonesia.
Dengan harapan kasus ini segera tuntas, masyarakat menunggu langkah konkret dari KPK untuk melanjutkan proses hukum yang tegas dan transparan.