Internasional

Teheran Terancam Krisis Air Terparah dalam Sejarah

Avatar photo
5
×

Teheran Terancam Krisis Air Terparah dalam Sejarah

Sebarkan artikel ini

Ibu Kota Iran, Teheran, berada di ambang krisis air yang parah, mengancam kehidupan sekitar 10 juta penduduknya. Kekeringan yang melanda selama lima tahun terakhir dan suhu ekstrem yang melebihi 50 derajat Celsius memperburuk keadaan, dengan para ahli memperingatkan bahwa “hari nol”—ketika air keran tidak lagi mengalir—bisa terjadi dalam waktu dekat jika konsumsi air tidak segera ditekan.

Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyatakan keprihatinannya dalam rapat kabinet, menyerukan tindakan mendesak untuk mencegah krisis yang lebih besar di masa depan. Saat ini, Pemerintah Provinsi Teheran telah merespons dengan pengurangan tekanan air hingga hampir setengahnya, berdampak pada sekitar 80 persen rumah tangga. Beberapa warga di gedung bertingkat, seperti seorang penduduk lantai 14, melaporkan bahwa air keran tidak mengalir sama sekali. Sebagai solusi sementara, air kini dijatah dan disuplai menggunakan truk tangki, sementara yang mampu berinvestasi memasang tangki penampungan air pribadi.

Krisis ini menggambarkan tidak hanya dampak perubahan iklim, tetapi juga akibat dari manajemen sumber daya air yang buruk selama bertahun-tahun. Praktik pertanian yang boros air dan eksploitasi berlebihan terhadap air tanah telah mengakibatkan apa yang disebut oleh ahli sebagai “kebangkrutan air.” Kaveh Madani, Direktur United Nations University Institute for Water, Environment and Health, menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi sudah sulit untuk diperbaiki. Akar permasalahan ini bukan hanya teknis, melainkan juga politis dan sistemik, mengingat Iran masih terpengaruh oleh sanksi internasional yang memperparah kesulitan ekonomi.

Data dari Tehran Regional Water Company menunjukkan bahwa bendungan yang menyuplai air ke ibu kota saat ini hanya terisi sekitar 21 persen. Hal ini mengakibatkan kenaikan permukaan tanah di Teheran hingga lebih dari 25 cm per tahun, dampak dari pengurangan air tanah yang berlebihan. Dengan curah hujan yang menurun lebih dari 40 persen dibanding rata-rata tahun sebelumnya, solusi jangka pendek yang diusulkan—seperti pemindahan air dan desalinasi—hanya akan menjadi peredam sementara tanpa reformasi besar-besaran dalam sistem pengelolaan air dan kebijakan ekonomi.

Dalam upaya mengurangi konsumsi, pemerintah Iran telah menerapkan langkah darurat, termasuk menetapkan hari libur nasional di Provinsi Teheran untuk menekan pemakaian air dan listrik. Mereka bahkan mempertimbangkan opsi libur selama dua pekan guna mendorong warga keluar dari kota. Langkah-langkah ini mencerminkan urgensi situasi yang dihadapi masyarakat, di mana keringnya sumber air bersih menjadi tantangan besar, terutama di tengah kondisi sosial politik yang kompleks.

Kondisi ini semakin menggarisbawahi perlunya kesadaran dan perubahan perilaku masyarakat tentang pentingnya konservasi air. Menghadapi harapan hujan di bulan September, harapan bagi Teheran tetap ada. Namun, ketahanan kota ini tergantung pada seberapa cepat tindakan nyata dapat diambil untuk menanggulangi krisis yang tidak hanya bersifat lokal, tetapi merupakan masalah nasional yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak.