Lebih dari 100 truk bantuan kemanusiaan kini tertampung di perbatasan, siap untuk memasuki Jalur Gaza setelah Israel mengumumkan penghentian operasi militer di beberapa area. Kepala bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Gaza, Tom Fletcher, menjelaskan bahwa pelonggaran pembatasan pergerakan oleh Israel pada hari Minggu (27/7) menjadi titik awal dari harapan baru bagi warga Gaza yang terjebak dalam krisis kemanusiaan yang mendalam.
Fletcher mengungkapkan, “Ini merupakan kemajuan, namun bantuan dalam jumlah besar masih dibutuhkan untuk mencegah kelaparan dan krisis kesehatan yang parah.” Ratusan ton bantuan itu kini diharapkan dapat meningkatkan kondisi kehidupan warga yang selama ini sangat terpukul oleh konflik berkepanjangan.
Di samping itu, Yordania dan Uni Eropa juga mengirimkan 25 ton bantuan ke Gaza melalui jalur udara, meskipun pejabat Yordania menekankan bahwa pengiriman tersebut tidak bisa menggantikan bantuan lewat darat. Sementara itu, Bulan Sabit Merah Israel mencatat sudah mengirimkan lebih dari 100 truk, membawa lebih dari 1.200 metrik ton makanan ke Gaza selatan. Sayangnya, laporan dari warga menunjukkan bahwa beberapa bantuan ini telah dijarah di wilayah Khan Younis, menandakan masih adanya tantangan distribusi yang perlu diatasi.
Pengumuman pengentian sementara operasi militer selama 10 jam sehari di beberapa bagian Gaza ini muncul setelah Israel mendapatkan kritik global terkait krisis kemanusiaan yang menyengsarakan banyak warganya. Operasi militer akan dihentikan setiap hari mulai pukul 10 pagi hingga 8 malam, dan rute aman yang ditetapkan untuk konvoi pengiriman pangan dan obat-obatan juga akan berlaku antara pukul 6 pagi hingga 11 malam.
Di tengah ketidakpastian ini, warga Gaza merasa lega dengan harapan baru yang datang. Tamer Al-Burai, seorang warga setempat, menyatakan rasa syukur dan harapan, “Masyarakat senang karena bantuan pangan dalam jumlah besar akan datang ke Gaza. Kami berharap ini menandai langkah pertama dalam mengakhiri perang yang telah menghanguskan segalanya ini.”
Agresi Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 telah mengakibatkan hampir 60 ribu orang tewas di Gaza. Situasi ini tidak hanya memunculkan angka kematian yang mengkhawatirkan, tetapi juga menyebabkan krisis kemanusiaan yang terburuk dan kelaparan akut bagi penduduk setempat. Di tengah kompleksitas isu ini, masyarakat internasional terus menyoroti perlunya tindakan segera untuk mengatasi kondisi darurat yang dihadapi oleh rakyat Palestina.
Penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa kondisi di Gaza bukan sekadar angka dan statistik. Ini adalah cerita hidup dan harapan rakyat yang menginginkan kedamaian dan akses terhadap kebutuhan dasar. Dalam konteks ini, bantuan kemanusiaan menjadi sangat penting dan diperlukan untuk menyelamatkan nasib masyarakat yang terjebak dalam konflik. Keberadaan bantuan yang terus mengalir, baik melalui jalur darat maupun udara, menjadi simbol harapan bagi banyak orang di Gaza.