Berita

Memed Potensio Viral, Dikenal Sebagai ‘Thomas Alva Edi Sound Horeg’ di Media Sosial

Avatar photo
4
×

Memed Potensio Viral, Dikenal Sebagai ‘Thomas Alva Edi Sound Horeg’ di Media Sosial

Sebarkan artikel ini

Fenomena Memed Potensio dan Sound Horeg: Suara Rakyat di Tengah Polemik

Blitar – Memed Potensio, seorang warga Blitar, kini menjadi sorotan publik setelah namanya viral di media sosial menyusul polemik seputar sound horeg di Jawa Timur. Banyak yang menyebutnya sebagai penemu sound horeg dengan julukan unik ‘Thomas Alva Edi Sound Horeg’. Fenomena ini menyoroti bagaimana masyarakat modern menangkap dan memproses informasi serta hiburan di era digital.

Menanggapi julukan tersebut, Memed, yang bernama asli Ahmad Abdul Aziz (29), menganggapnya sebagai bentuk hiburan dari netizen. “Sejarah sound horeg sudah ada sejak lama. Netizen yang menyimpulkan saya sebagai Thomas Alva Edi Sound Horeg, ya tidak apa-apa,” ujarnya sambil tertawa saat diwawancarai oleh detikJatim, Senin (28/7/2025).

Pria berambut pirang ini adalah seorang ayah yang tentu saja merasakan dampak dari perhatian yang ia terima. Meski viral, Memed mengaku santai dan tidak merasa terganggu dengan gambar meme atau video parodi yang dibuat warganet. “Kalau risih sih enggak, kita menghadapi dengan senang aja buat hiburan,” tambahnya. Dalam pandangannya, fenomena tersebut merupakan hal biasa yang menjadi bagian dari dinamika sosial di dunia maya.

Namun, di balik kesenangan itu, ada perdebatan serius yang sedang berlangsung mengenai hukum sound horeg. Fatwa yang menyatakan sound horeg haram mendapat perhatian luas, namun Memed menegaskan bahwa dia akan tetap mematuhi aturan dari pemerintah. “Kami akan selalu ikut aturan pemerintah terlepas haram-halal. Karena kami niatnya mencari nafkah untuk keluarga,” ujarnya.

Hal ini menunjukkan sikap pragmatis Memed dan masyarakat yang terlibat dalam industri hiburan lokal, yang seringkali harus berhadapan dengan berbagai regulasi dan persepsi masyarakat. Penyelenggaraan acara-acara yang mengandalkan sound horeg masih dilakukan di berbagai wilayah, termasuk Jawa Timur dan Jawa Tengah. “Sedikit berdampak, tapi tetap ada jadwal dari Juli sampai September. Tidak semuanya karnaval, ada acara atau kegiatan lain yang disesuaikan dengan ketentuan saja,” jelas Memed.

Situasi ini menggambarkan tantangan yang dihadapi masyarakat, terutama dalam menjalankan kegiatan yang menjadi sumber penghidupan mereka. Kegiatan ini tidak hanya terkait dengan hiburan, tetapi juga berhubungan dengan keberlangsungan ekonomi keluarga dan komunitas mereka.

Polemik di sekitar sound horeg dapat menjadi cermin lebih luas tentang bagaimana budaya lokal berhadapan dengan tuntutan modernitas dan nilai-nilai moral yang terus berkembang. Masyarakat tetap berusaha menjalani hidup dan mencari nafkah sambil beradaptasi dengan stigma yang muncul di era digital.

Fenomena viral ini bukan sekadar tentang satu individu, tetapi merefleksikan bagaimana suara masyarakat tercermin di ruang publik, serta bagaimana mereka merespons berbagai tantangan yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia, meskipun memiliki perbedaan pendapat, tetap memiliki daya juang dan semangat untuk terus bergerak maju, baik dalam dunia hiburan maupun kehidupan sehari-hari.