Internasional

Perang Kamboja-Thailand Memanas, 15 Tewas dan 120.000 Mengungsi

Avatar photo
4
×

Perang Kamboja-Thailand Memanas, 15 Tewas dan 120.000 Mengungsi

Sebarkan artikel ini

Kamboja dan Thailand Terlibat Pertempuran, Masyarakat Terancam

Kamboja dan Thailand kini terjebak dalam konflik bersenjata yang semakin memanas. Pada hari kedua pertempuran, kedua negara mulai menggunakan senjata berat, termasuk artileri dan tank. Insiden ini telah mengakibatkan 15 korban jiwa di Thailand dan satu di Kamboja, serta memaksa lebih dari 120.000 warga sipil yang tinggal di wilayah perbatasan untuk mengungsi akibat kekacauan yang terjadi.

Kondisi ini menambah deretan masalah di kawasan Asia Tenggara, terutama di tengah krisis yang dialami Myanmar setelah kudetanya. Jika konflik ini tidak segera diselesaikan, dampaknya bisa merembet, mengganggu stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan. Masyarakat di Indonesia, sebagai bagian dari ASEAN, perlu turut waspada terhadap implikasi yang mungkin timbul.

Para ahli percaya bahwa ASEAN harus segera mengambil inisiatif. Namun, kemampuan organisasi ini untuk bertindak dengan cepat meragukan. Waffaa Kharisma, peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, menjelaskan bahwa ketidakpastian dalam keputusan ASEAN terletak pada ketergantungan organisasi ini pada konsensus negara anggota. “Keputusan yang tidak mengikat ini menjadi penghalang dalam merespons konflik secara efektif,” jelas Waffaa.

Permasalahan semakin rumit dengan situasi politik di Thailand yang tidak stabil. Negara itu saat ini dipimpin oleh Perdana Menteri sementara, Phumtam Wechayachai, yang menghadapi tantangan besar dalam mengelola konflik internal. Sebagai ketua ASEAN, Malaysia telah berupaya untuk menyelesaikan krisis dengan berkomunikasi dengan kedua pemimpin negara yang terlibat. Perdana Menteri Anwar Ibrahim mengajak untuk gencatan senjata dan mengapresiasi langkah damai yang diambil kedua negara. Sayangnya, hanya dalam waktu kurang dari 12 jam post-panggilan itu, pertempuran kembali melanjutkan.

Masyarakat di Indonesia perlu menyadari bahwa ketidakmampuan ASEAN dalam menangani konflik ini dapat merusak citra organisasi di mata dunia. Menurut Sya’roni Rofii, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, situasi ini adalah cerminan dari tantangan yang dihadapi oleh pemimpin ASEAN. “Krisis ini harus menjadi pembelajaran bagi ASEAN. Jika tidak ditangani dengan baik, kepercayaan antaranggota dan investasi di kawasan akan terganggu,” ujarnya.

Ketidakpastian ekonomi juga menjadi ancaman serius. Waffaa menambahkan bahwa dampak jangka panjang akibat ketidakstabilan ini bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga dapat mempengaruhi investasi, terutama di sektor yang mengandalkan jalur perekonomian yang aman. Jika perang berkepanjangan, ketergantungan ekonomi ASEAN pada stabilitas regional akan semakin terancam, yang memberikan dampak negatif bagi masyarakat luas, termasuk Indonesia.

Di tengah situasi ini, Malaysia dan negara ASEAN lainnya perlu mengambil langkah proaktif dengan merencanakan pertemuan darurat untuk membahas solusi. Pertemuan tersebut bisa menjadi peluang bagi negara-negara anggota untuk berkolaborasi dalam menyusun strategi deeskalasi dan menciptakan peta jalan menuju perdamaian.

Sebagai bagian dari masyarakat ASEAN, kita semua memiliki peran dalam mendorong stabilitas dan perdamaian di kawasan ini. Dengan memahami dinamika yang terjadi, kita dapat lebih siap menghadapi risiko yang mungkin muncul sebagai dampak dari konflik internasional. Waktu menggelar diplomasi dan menciptakan ruang dialog untuk meredakan ketegangan kini semakin mendesak.