Berita

Lonjakan Kasus Perceraian ASN di Blitar Mencapai 37 Kasus, Mayoritas PPPK

Avatar photo
6
×

Lonjakan Kasus Perceraian ASN di Blitar Mencapai 37 Kasus, Mayoritas PPPK

Sebarkan artikel ini

Lonjakan Kasus Perceraian ASN di Blitar: 37 Kasus Terdata di 2025

Blitar – Kabupaten Blitar mencatatkan angka perceraian yang mengejutkan di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) menunjukkan bahwa jumlah pengajuan izin cerai tercatat mencapai 37 kasus pada tahun 2025, angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Kepala BKPSDM Blitar, Achmad Budi Hartawan, menjelaskan detail kasus ini. Dari 37 pemohon izin cerai, 25 adalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sedangkan 12 sisanya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dominasi kasus perceraian oleh PPPK menarik perhatian mengingat status mereka yang relatif baru dalam struktur kepegawaian pemerintahan.

“Memang terlihat ada peningkatan yang signifikan. Tahun lalu, pengajuan izin cerai hanya di kisaran dua puluhan, sedangkan pada 2023 hanya 19 kasus,” ungkap Budi Hartawan.

Proses perceraian bagi ASN tidak semudah bagi masyarakat sipil. ASN harus mengikuti prosedur yang ketat sebelum dapat mengajukan gugatan perceraian. “ASN yang ingin bercerai wajib mengajukan izin kepada Bupati,” terang Budi.

Prosedur yang harus dilalui mencakup pembinaan hingga mediasi di organisasi perangkat daerah (OPD) tempat ASN bekerja. BKPSDM memiliki tanggung jawab untuk melakukan klarifikasi dan mediasi, yang hasilnya kemudian dilaporkan kepada Bupati untuk pertimbangan lebih lanjut.

Dari 37 pengajuan izin cerai tahun ini, 21 di antaranya telah berhasil melewati proses mediasi dan mendapat izin dari Bupati. “Keputusan terkait mereka sudah diterbitkan,” tegasnya.

Sementara itu, sisa pemohon masih menjalani proses mediasi di BKPSDM atau menunggu keputusan akhir dari Bupati. Fenomena ini menunjukkan tantangan yang dihadapi ASN, terutama di tengah tekanan yang mungkin terkait dengan pekerjaan mereka.

Sosial budaya di Indonesia kerap mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap institusi pernikahan dan perceraian. Lonjakan kasus perceraian di kalangan ASN, khususnya PPPK, mungkin mencerminkan perubahan besar dalam nilai-nilai dan harapan masyarakat terhadap ikatan keluarga.

Situasi ini perlu menjadi perhatian pemerintah daerah dan instansi terkait untuk memberikan dukungan lebih baik kepada ASN agar dapat menyelesaikan masalah pribadi tanpa mengorbankan kinerja di instansi public. Langkah preventif seperti penyuluhan dan mediasi yang lebih intensif dapat membantu mengurangi angka perceraian di masa mendatang.

Dengan semakin tingginya angka perceraian, masyarakat diharapkan lebih sadar akan dampak psikologis dan sosial yang ditimbulkan, baik bagi individu maupun lingkungan sekitar mereka. Ini juga menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mencari solusi yang dapat mendorong stabilitas dan keharmonisan dalam keluarga ASN di Kabupaten Blitar.