Hamas Setujui Kehadiran Pasukan Perdamaian PBB di Gaza
Jakarta, CNN Indonesia — Pemimpin Hamas, Khalil Al-Hayya, mengumumkan persetujuannya terkait pengerahan pasukan perdamaian PBB di Jalur Gaza. Meskipun demikian, isu pelucutan senjata anggota Hamas masih menjadi perdebatan. Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Al-Hayya menyampaikan bahwa Hamas telah mencapai kesepakatan dengan faksi-faksi Palestina lainnya mengenai kehadiran pasukan PBB untuk mengawasi gencatan senjata dan proses rekonstruksi Gaza.
Al-Hayya menegaskan bahwa pihaknya menolak usulan pelucutan senjata, menyatakan bahwa Hamas bersedia menyerahkan senjata setelah agresi terhadap Gaza berakhir. Hal ini menunjukkan ketegangan yang masih melingkupi nasib perdamaian di wilayah tersebut. Permintaan Hamas untuk mempertahankan senjata kini dalam pembahasan di antara para mediator internasional. Penyerahan senjata termasuk dalam 20 poin dari rencana perdamaian yang diajukan oleh Presiden AS, Donald Trump.
“Setelah semua sandera dikembalikan, anggota Hamas yang berkomitmen untuk hidup berdampingan secara damai serta menonaktifkan senjata, akan diberikan amnesti. Mereka yang ingin meninggalkan Gaza akan diberikan jalur aman ke negara penerima,” tutur Al-Hayya, merujuk pada rencana tersebut. AS dan Israel mengancam untuk melanjutkan aksi militer jika Hamas tetap enggan melucuti senjatanya. Di sisi lain, Israel juga telah mempersenjatai kelompok-kelompok milisi anti-Hamas yang beroperasi di Gaza, menciptakan situasi yang semakin rumit.
Dalam pernyataannya, Al-Hayya juga menunjukkan dukungannya terhadap transisi kepemimpinan di Gaza. “Kami tidak keberatan jika tokoh nasional yang tinggal di Gaza mengambil alih tata kelola wilayah tersebut. Kami ingin maju menuju pemilu sebagai langkah awal untuk memulihkan persatuan nasional,” ungkapnya. Namun, ketidakpuasan terhadap penyaluran bantuan ke Gaza tetap menjadi isu utama. Al-Hayya menyatakan kekhawatiran atas keterlambatan bantuan yang masuk, dan mengklaim Israel telah menghalangi sejumlah materi bantuan ke Gaza dengan alasan keamanan. Ia menekankan kebutuhan mendesak, “Gaza membutuhkan 6.000 truk bantuan per hari, bukan hanya 600,” tegasnya.
Menyinggung tentang tawanan Israel yang masih ditahan, Al-Hayya menegaskan komitmennya untuk terus mencari keberadaan mereka. “Kami tidak akan memberi Israel peluang untuk menduduki wilayah kami dengan dalih melanjutkan perang,” ujarnya tegas. Selain itu, Al-Hayya juga berupaya mengamankan pembebasan warga Palestina yang saat ini masih berada di tahanan Israel. Ia menyebutkan bahwa perjuangan para tawanan tersebut merupakan isu nasional yang penting untuk mengakhiri penderitaan yang telah dialami oleh warga Palestina di Gaza.
Pernyataan Al-Hayya mencerminkan kompleksitas situasi yang ada di Jalur Gaza, di mana kebutuhan akan keamanan, bantuan kemanusiaan, dan perdamaian masih saling berkait dan menjadi tantangan besar bagi masa depan wilayah tersebut. Keberhasilan dalam mencapai kesepakatan yang permanen dan mengakhiri konflik bergantung pada kemauan semua pihak untuk berkompromi demi kesejahteraan rakyat Gaza.








