Kementerian Kelautan dan Perikanan Tetapkan Banda Neira sebagai Model Integrasi Konservasi Maritim
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan Banda Neira, Maluku, sebagai model integrasi antara konservasi laut, arkeologi, dan budaya maritim melalui program Laut untuk Kesejahteraan (Lautra). Penetapan ini diharapkan dapat mengubah kawasan tersebut menjadi laboratorium ekonomi pesisir yang seimbang, mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat setempat.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara, menegaskan bahwa Banda Neira dipilih sebagai kawasan prioritas berkat kekayaan ekosistem laut yang dimilikinya serta nilai sejarah dan budaya yang tinggi. “Kami ingin membangun model pengelolaan laut yang tidak hanya bertujuan untuk konservasi, tetapi juga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” ungkapnya dalam siaran resmi di Jakarta.
Program Lautra dirancang mencakup 11 provinsi, 20 kawasan konservasi, dan 3 wilayah pengelolaan perikanan, dengan total area mencapai 8,3 juta hektare. Melalui empat komponen utama—penguatan kelembagaan konservasi, pembangunan ekonomi lokal, pembiayaan berkelanjutan (blue financing), dan manajemen proyek terpadu—KKP menargetkan lebih dari 75 ribu penerima manfaat langsung, di antaranya 30 persen adalah kelompok perempuan pesisir.
Banda Neira dianggap sebagai pusat pengembangan ekonomi pesisir berkelanjutan yang memadukan alam dan budaya. KKP, bersama mitra akademik, berupaya mengembangkan lima pilar utama dalam program ini. Pilar tersebut meliputi diversifikasi ekowisata bertema sejarah dan bahari, pembentukan koperasi wisata maritim, pembangunan infrastruktur ekonomi lokal seperti dermaga wisata dan museum budaya laut, serta pelatihan masyarakat untuk menjadi pemandu wisata bersertifikat.
Dalam hal pendanaan, program Lautra akan dilakukan melalui tiga skema hibah: micro grant sebesar Rp150 juta, matching grant senilai Rp1,25 miliar, dan skema lainnya. “Kami ingin memastikan ekonomi tumbuh tanpa merusak laut,” tegas Enggar Sadtopo, Direktur Jasa Bahari Ditjen Pengelolaan Kelautan KKP.
Universitas Banda Neira juga turut berperan dalam program ini. Rektornya, Muhammad Farid, menyebutkan bahwa Banda Neira merupakan “laboratorium hidup” bagi pembangunan berkelanjutan yang membutuhkan kerjasama lintas sektor. Menurutnya, kolaborasi adalah kunci untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Kastana Sapanli dari IPB University menyampaikan bahwa Banda Neira memiliki potensi luar biasa dalam konteks Coral Triangle dan Spice Islands. Ini menjadikannya lokasi ideal untuk pengembangan eco-diving, heritage spice tourism, dan agrowisata pala.
Dengan langkah ini, diharapkan Banda Neira tidak hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga pusat inovasi yang mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir, memperkuat identitas budaya, serta melestarikan ekosistem laut yang menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang. Keberhasilan program ini akan mengandalkan partisipasi aktif dari seluruh stakeholders, termasuk pemerintah daerah, masyarakat, dan akademisi.









