PMI Asal Blitar Jadi Korban Penganiayaan di Malaysia
Seorang pekerja migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Blitar, ADK (43), diduga menjadi korban penganiayaan dengan tingkat kekerasan yang tinggi oleh sesama WNI di Malaysia. Insiden ini menghebohkan publik setelah video kondisi ADK yang kritis, ditemukan tergeletak di pinggir jalan, viral di media sosial.
Peristiwa yang terjadi sekitar 10 hari lalu ini pertama kali terungkap melalui unggahan artis dan politikus Uya Kuya di akun Instagramnya, @king_uyakuya. Video tersebut menunjukkan gambar memilukan dari ADK yang sedang dirawat di rumah sakit di Malaysia, serta penampakan awal ketika ia ditemukan di pinggir jalan.
Bagus, adik korban, menjelaskan bahwa ia mengetahui kejadian tersebut setelah menerima telepon dari seorang teman kakaknya yang berada di Malaysia. “Teman kakak saya mengabarkan bahwa dia ditemukan di pinggir jalan dan langsung dibawa ke rumah sakit,” ujar Bagus saat ditemui detikJatim pada Sabtu (18/10/2025).
Dari informasi yang diperoleh, saat ini kondisi ADK semakin membaik dan sedang menjalani pemulihan. Namun, ia masih berada di Malaysia hingga proses hukum terkait kasus ini selesai. Bagus mengungkapkan, “Kami terus berkomunikasi dengan kakak saya setiap hari. Dia memilih untuk melaporkan kejadian itu dan ingin menuntut hukum, jadi sekarang kami menunggu sidang.”
Sebelumnya, penganiayaan yang dialami ADK kembali mengangkat isu perlindungan bagi PMI di luar negeri, terutama dalam menghadapi tindak kekerasan dan penyalahgunaan oleh sesama WNI. Dalam video yang beredar, tampak kondisi ADK yang memprihatinkan, terbaring dengan perban yang membalut tubuhnya. Keberadaan foto dan video itu menunjukkan betapa mendesaknya perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap nasib pekerja migran.
Di tengah kekhawatiran ini, penting bagi masyarakat Indonesia untuk lebih memahami risiko yang dihadapi oleh PMI di luar negeri. Banyak warga dari daerah seperti Blitar yang merantau untuk meningkatkan taraf hidup keluarga, namun seringkali terjebak dalam situasi yang membahayakan. Kasus ini menjadi pengingat bahwa perlindungan hukum dan sosial bagi PMI harus diperkuat.
Pengalaman pahit ADK diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam menangani isu-isu perlindungan bagi PMI. Kerjasama antara pemerintah Indonesia dan negara tempat PMI bekerja perlu ditingkatkan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Dalam situasi ini, perhatian dan dukungan masyarakat juga sangat diperlukan untuk keluarga ADK. Keluarga di Blitar berharap agar keadilan segera ditegakkan dan pelaku penganiayaan diadili secepatnya.
Kesimpulannya, kasus penganiayaan terhadap ADK adalah cerminan tantangan yang dihadapi oleh PMI di luar negeri. Dengan meningkatnya kesadaran dan tindakan dari berbagai pihak, diharapkan kondisi para pekerja migran dapat diperbaiki dan dilindungi dengan lebih baik.









