FIG Dukung Keputusan Indonesia Terkait Visa Tim Israel di Kejuaraan Dunia Senam
Jakarta – Federasi Gymnastik Internasional (FIG) memberikan dukungan terhadap keputusan pemerintah Indonesia yang menolak permohonan visa bagi tim Israel untuk berpartisipasi dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025. Meski langkah tersebut berpotensi melanggar ketentuan Piagam Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan Statuta FIG, Sekretaris Jenderal FIG, Nicolas Buompane, menegaskan bahwa keputusan pemerintah diambil dengan mempertimbangkan aspek keamanan.
Dalam keterangan pers yang berlangsung di Indonesia Arena, Jakarta, pada Sabtu, Buompane menyatakan, “Piagam IOC dan Statuta FIG mengatur tentang partisipasi dan non-diskriminasi atlet. Namun, kami juga harus mempertimbangkan klausul terkait force majeure dan keselamatan peserta.”
Buompane menjelaskan bahwa isu-isu keamanan sering kali mempengaruhi pelaksanaan acara olahraga, mengacu pada beberapa insiden terkini. Ia mencontohkan demonstrasi aktivis pro-Palestina selama balapan sepeda Vuelta de España dan larangan bagi penggemar klub Israel untuk mendukung tim mereka di markas Aston Villa.
“FIG ingin memastikan partisipasi yang penuh. Kami sangat berharap untuk menyambut rekan-rekan dari Israel di sini, tetapi terkadang hal itu tidak bisa terlaksana karena pertimbangan keamanan. Ini seharusnya menjadi pelajaran bagi seluruh komunitas olahraga,” imbuhnya.
Keputusan pemerintah Indonesia untuk tidak memberikan visa kepada tim Israel diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, pada 9 Oktober. Ia menegaskan bahwa langkah ini adalah sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.
Permasalahan ini sempat dibawa tim Israel ke Pengadilan Arbitrase untuk Olahraga (CAS), namun pada 15 Oktober, permohonan federasi tersebut ditolak. Meskipun demikian, Buompane menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia sudah memberikan visa kepada semua peserta lain menjelang pelaksanaan acara.
Di tengah situasi yang memanas, dia menandaskan bahwa perlu adanya penyesuaian terhadap pasal-pasal lain di Statuta FIG terkait klausul force majeure dan opsi relokasi acara, meski hal itu bukan pilihan yang diinginkan. “Dengan lebih dari 1.200 partisipan dari 77 federasi nasional, panitia penyelenggara telah melakukan investasi signifikan. Pembatalan atau pemindahan acara ini sangat tidak mungkin,” kata Buompane.
Meski ada pelanggaran teknis terhadap Statuta FIG, dia menegaskan bahwa justifikasi dapat diberikan di bawah klausul force majeure.
Melalui pernyataan tersebut, FIG menunjukkan komitmennya untuk mendukung penyelenggaraan event olahraga yang aman dan inklusif, sekaligus mengakui tantangan yang dihadapi akibat ketegangan politik.









