23 Anak Pelaku Kerusuhan di Blitar Mendapatkan Kesempatan Kedua melalui Program Diversi
Blitar, (beritajatim.com) – Sebanyak 23 anak yang terlibat dalam kerusuhan yang mengakibatkan pembakaran gedung DPRD Kabupaten Blitar dan perusakan fasilitas umum di Polres Blitar Kota kini mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaiki diri. Melalui program Diversi yang dilaksanakan oleh Polres Blitar Kota, perilaku anak-anak pelaku mampu diubah secara signifikan.
Penutupan program Diversi ini diselenggarakan di Gedung Patriatama Polres Blitar Kota pada Selasa, 28 Oktober 2025. Diversi sendiri merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan, sesuai dengan undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Alih-alih menjalani hukuman penjara, ke-23 anak pelaku ini diwajibkan menjalani serangkaian pembinaan selama satu bulan. Kapolres Blitar Kota, AKBP Titus Yudho Uly, menjelaskan bahwa program pembinaan mencakup kegiatan bersih-bersih di Masjid Al Aulia di lingkungan Polres setiap harinya, dilanjutkan dengan sholat berjamaah dan mengaji bersama, serta kerja sosial di panti jompo dan panti asuhan.
Hasil dari program ini menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Setelah sebulan menjalani pembinaan, anak-anak pelaku berhasil menunjukkan perubahan positif dalam sikap. “Anak pelaku banyak berubah dan menyadari kesalahan mereka. Mereka menjadi lebih rajin beribadah dan tidak lagi keluar malam,” ungkap AKBP Titus Yudho Uly.
Keberhasilan program ini juga menyentuh hati para orang tua anak-anak tersebut. Mereka merasakan dampak positif yang signifikan pada perilaku anak-anak yang kini lebih taat beribadah dan patuh terhadap aturan. “Kami sangat berterima kasih kepada Bapak Kapolres dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan untuk diversi serta bimbingan bagi anak-anak kami,” ujar salah satu orang tua.
Para orang tua juga menyampaikan permohonan maaf atas kerusuhan yang dilakukan oleh anak-anak mereka. Program Diversi ini menjadi bukti efektifitas pendekatan yang lebih humanis dan edukatif dalam pengelolaan anak yang berhadapan dengan hukum, daripada hukuman penjara yang cenderung memperburuk keadaan.
Implikasi dari program ini cukup besar bagi masyarakat, terutama dalam konteks penanganan anak yang terjerat masalah hukum. Dengan menyuguhkan solusi yang berbasis rehabilitasi, diharapkan dapat meminimalisir konflik serupa di masa depan dan memberikan inspirasi bagi masyarakat lain untuk mendukung inisiatif serupa di tingkat lokal.
Program ini bukan hanya memberikan harapan baru bagi anak-anak yang terlibat, tetapi juga memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat tentang pentingnya pendekatan yang humanis dalam penegakan hukum. Dengan demikian, bukan hanya hukum yang ditegakkan, tetapi perbaikan karakter dan moral anak-anak yang diharapkan dapat menjadi generasi yang lebih baik ke depannya.









